'Perjalanan Pulang' Keluarga Sultan Sulu ke Sabah  

Reporter

Editor

Abdul Manan

Selasa, 5 Maret 2013 09:15 WIB

Pengikut mantan Sultan Sulu Jamalul Kiram III melakukan protes di depan Masjid Biru di Taguig, Filipina, (1/3). Menurut mereka Sabah yang sekarang menjadi bagian Malaysia, merupakan wilayah Kesultanan Sulu yang disewakan kepada pemerintah kolonial Inggris. (AP Photo/Bullit Marquez)

TEMPO.CO, Manila - Senin pagi empat pekan lalu, Raja Muda Agbimuddin Kiram dan sekitar 1.000 pengikutnya, termasuk pasukan bersenjata yang ia sebut Tentara Kerajaan Kesultanan Sulu dan Borneo Utara, meninggalkan Kepulauan Simunul di Tawi-tawi, Filipina bagian selatan. Menggunakan kapal cepat, rombongan itu melaju ke Sabah, Malaysia.

Agbimuddin adalah adik Sultan Jamalul Kiram III, dari Kesultanan Sulu, di Filipina Selatan. Ia mengatakan pendaratannya di Lahad Datu, Sabah, 11 Februari lalu, itu bukan sebagai agresi, melainkan "perjalanan pulang". Peristiwa itu menjadi perhatian besar setelah mereka terlibat kontak senjata dengan Pasukan Keamanan Malaysia, yang hingga Senin, 4 Maret 2013, setidaknya menewaskan 26 orang.

Pendaratan itu, yang merupakan bagian dari upaya mereka untuk mengklaim kembali Sabah, dilakukan Kesultanan Sulu karena merasa dikhianati dan ditinggalkan dalam proses perdamaian antara pemerintah dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Abraham Julpa Idjirani, juru bicara dari Kesultanan Sulu, mengatakan, rencana ini dipersiapkan akhir tahun lalu tak lama setelah pemerintahan Aquino menandatangani perjanjian dengan MILF.

Kesultanan Sulu merasa punya dasar untuk mengklaim Sabah sebagai wilayah mereka. Menurut keluarga kesultanan, Sabah--yang sebelumnya bernama Borneo Utara--diserahkan oleh Sultan Brunei kepada Sultan Sulu pada 1704. Pemberian itu sebagai hadiah atas bantuan Sultan Sulu yang membantu menumpas pemberontakan melawan Sultan Brunei.

Ayah Jamalul II, Sultan Jamalul Ahlam, salah satu ahli waris, menyewakan Sabah kepada British North Borneo Co pada 1878. Imbalannya, perusahaan Inggris itu akan membayar 5.300 keping emas Meksiko per tahun untuk Kerajaan Sulu--versi lain mengatakan US$ 5.000. Pembayaran itu terus dilakukan sampai Jamalul II meninggal pada 1936.

Setelah kematian Jamalul II, Konsulat Inggris di Manila merekomendasikan penangguhan pembayaran karena Presiden Manuel L. Quezon tidak mengakui pengganti Jamalul II. Sultan Punjungan Kiram, putra mahkota kesultanan pada saat kematian Jamalul II, pergi ke Konsulat Inggris di Manila untuk menuntut adanya pembayaran kembali.

Setelah ada putusan pengadilan, British North Borneo Co kembali melakukan pembayaran. Saat Sabah masuk Federasi Malaysia pada 1963, pembayaran dilakukan dalam bentuk ringgit. Sejak itu, setiap tahun Kedutaan Besar Malaysia di Filipina mengeluarkan cek sebesar 5.300 ringgit (sekitar 77 ribu peso) kepada keluarga Jamalul Ahlam. Malaysia mengatakan uang itu sebagai "penyerahan" pembayaran tahunan untuk daerah yang disengketakan, sementara keturunan sultan menganggapnya sebagai uang "sewa".

Pada Juli 2008, ada laporan yang menyebutkan bahwa ahli waris membatalkan klaim atas Sabah, tapi klaim itu dianggap bohong. Setelah itu, ahli waris berusaha untuk mendapatkan perhatian dari pihak berwenang dengan meminta kenaikan "biaya sewa", tapi tidak berhasil.

Februari 1999, mendiang Putri Denchurain Kiram, Putri Tarhata, menulis surat kepada Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad melalui mantan Presiden Joseph Estrada untuk meminta peningkatan sewa tahunan. Sampai dia meninggal pada September 2000, surat balasannya tak pernah datang.

Sejumlah langkah terus dilakukan pihak Sulu. Pada Januari 2001, keluarga sultan menulis surat yang mirip kepada Mahathir melalui Presiden Gloria Macapagal-Arroyo. Usaha serupa kembali dilakukan pada dua tahun berikutnya, tapi juga tak berhasil. Upaya serupa dilakukan pada Februari 2005. Saat itu ahli waris menulis surat kepada Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi, dan mendapatkan hasil yang sama.

Menurut Patricio N. Abinales, profesor studi Asia di Universitas Hawaii, aksi yang dilakukan orang dari Kesultanan Sulu ini juga disebabkan dari kurangnya perhatian Manila terhadap daerah yang berada di wilayah selatan itu. Tak mengherankan jika seorang perwira Angkatan Udara Malaysia pernah mengenang bagaimana mereka dengan mudahnya membawa senjata dari Sabah ke kamp Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) pada puncak perang Mindanao pada 1970-an.

Saat tentara Sulu bentrok dengan aparat keamanan Malaysia, juga tak terdengar suara dukungan dari dua gerakan muslim, yaitu MILF dan MNLF. Abinales mengaku tak heran dua kelompok muslim itu tak bersuara dalam soal ini. Ia menduga karena dua organisasi itu telah berdamai dengan Manila dan telah menerima tawaran otonomi. Selain itu, keduanya berterima kasih atas dukungan pemerintah Malaysia untuk perjuangan separatis mereka pada masa lalu. "Jika MILF dan MNLF ikut membantu klaim Sulu atas Sabah, itu sama dengan air susu dibalas dengan air tuba," kata dia.

Inquirer.net | Abdul Manan

Berita terkait

Malaysia Tangkap 2 Komandan ISIS Asal Irak  

6 September 2017

Malaysia Tangkap 2 Komandan ISIS Asal Irak  

Malaysia menangkap dua warga Irak yang diyakini komandan ISIS di Irak Selatan.

Baca Selengkapnya

Harapan Oposisi Jiran

23 Agustus 2017

Harapan Oposisi Jiran

Dalam akun Twitter-nya, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menulis "Harapan yang menggunung". Setelah melalui jalan panjang, akhirnya koalisi oposisi dideklarasikan secara resmi dengan logo bertulisan "HARAPAN", yang huruf "A" keempat berupa anak panah Arjuna- tokoh dalam kisah epik Mahabarata. Dengan pilihan ini, metamorfosis Pakatan Rakyat, partai oposisi Malaysia, membayangkan pemilihan umum yang akan datang sebagai arena perang melawan Karna, yakni Barisan Nasional- partai berkuasa sekarang.

Baca Selengkapnya

Wakil PM Malaysia Kutuk Pelemparan Sepatu ke Mahathir Mohamad

14 Agustus 2017

Wakil PM Malaysia Kutuk Pelemparan Sepatu ke Mahathir Mohamad

Wakil PM Malaysia Ahmad Zahid Hamidi menegaskan perbedaan pendapat dengan Mahathir Mohamad tidak membenarkan seseorang untuk melakukan kekerasan.

Baca Selengkapnya

Mahathir Mohamad Dilempari Sandal, Sepatu dan Botol Saat Pidato

14 Agustus 2017

Mahathir Mohamad Dilempari Sandal, Sepatu dan Botol Saat Pidato

Mahathir Mohamad dilempari sandal, sepatu, botol bekas air minum, kembang api, hingga kursi di saat berpidato.

Baca Selengkapnya

Pemimpin ISIS Asal Malaysia Beristerikan WNI Tewas di Suriah

21 Juli 2017

Pemimpin ISIS Asal Malaysia Beristerikan WNI Tewas di Suriah

Pemimpin milisi ISIS asal Malaysia, Mohamad Fuzi Harun,tewas dalam serangan udara di Suriah.

Baca Selengkapnya

Bom Kampung Melayu, Malaysia Tingkatkan Keamanan Perbatasan

28 Mei 2017

Bom Kampung Melayu, Malaysia Tingkatkan Keamanan Perbatasan

ISIS mengaku bertanggung jawab atas insiden bom bunuh diri tersebut.

Baca Selengkapnya

Bersatu Lawan Najib, Mahathir Janji Kampanye Bebaskan Anwar

21 Mei 2017

Bersatu Lawan Najib, Mahathir Janji Kampanye Bebaskan Anwar

Mahathir Mohamad telah menjanjikan dukungannya untuk kampanye pembebasan musuhnya di masa lalu, Anwar Ibrahim.

Baca Selengkapnya

Duh, Pengungsi Rohingya Minum Air Toilet di Malaysia  

17 Mei 2017

Duh, Pengungsi Rohingya Minum Air Toilet di Malaysia  

Pengungsi Rohingya di Malaysia hanya diberi secangkir kecil air dan sedikit makanan, serta terpaksa minum air toilet.

Baca Selengkapnya

Muslim Moderat Malaysia Terusik dengan Ceramah Ekstrem Zakir Naik  

11 Mei 2017

Muslim Moderat Malaysia Terusik dengan Ceramah Ekstrem Zakir Naik  

Organisasi muslim moderat Malaysia terusik dengan keberadaan
Zakir Naik yang ceramahnya dianggap ekstrem.

Baca Selengkapnya

Kesebelasan Malaysia Tolak Bertanding di Korea Utara  

10 Mei 2017

Kesebelasan Malaysia Tolak Bertanding di Korea Utara  

Kesebelasan Malaysia menolak bertanding untuk kualifikasi Asian Cup di Pyongyang, Korea Utara, 8 Juni mendatang.

Baca Selengkapnya