Demi Persatuan, Prancis Serukan Perdamaian di Mali
Editor
Choirul Aminuddin
Kamis, 31 Januari 2013 17:09 WIB
TEMPO.CO, Bamako - Prancis menyerukan dialog damai antara pemerintah Mali dan "perwakilan sah" dari kelompok pemberontak di utara negara. Seruan ini disampaikan menyusul keberhasilan pasukan Prancis menguasai seluruh Kota Kidal, yang sebelumnya dikuasai pemberontak yang berafiliasi kepada al-Qaeda.
Philippe Lalliot, juru bicara kantor Kementerian Luar Negeri Prancis, mengatakan pada Rabu, 30 Januari 2013, saat ini sudah waktunya melakukan peningkatan "proses politik" di Mali.
Dia katakan, pembicaraan perdamaian dengan perwakilan sah masyarakat utara dan kelompok-kelompok non-teroris perlu dipertimbangkan demi persatuan Mali. "Untuk mengembalikan wilayah utara, pemerintah Mali harus melakukan dialog."
Pada Selasa, 29 Januari 2013, parlemen Mali menyetujui roadmap politik bahwa pelaksanaan pemilihan umum pada 31 Juli 2013 menyertakan perwakilan dari utara.
Dioncounda Traore, pejabat sementara Presiden Mali, Kamis, 31 Januari 2013, mengatakan, pemerintahnya berniat mengadakan pembicaraan dengan kelompok-kelompok sekuler di utara.
Dia menjelaskan kepada radio Prancis, RFI, bahwa dia siap melakukan pembicaraan dengan kelompok sekuler Tuareg, Gerakan Nasional untuk Pembebasan Azwad (MNLA) yang ingin mendirikan negara merdeka bagi rakyatnya.
Dalam dialog itu, Traore menjelaskan, dia tidak akan bertemu dengan perwakilan dari tiga kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda, Ansar Dine, MIA, dan AQIM. Tiga kelompok ini menguasai wilayah utara Mali tahun lalu.
Pasukan Prancis tiba di pelabuhan udara Kidal pada Rabu dinihari waktu setempat, 30 Januari 2013, atau beberapa hari setelah menguasai Kota Gao dan Timbuktu. Selanjutnya, Prancis menguasi sejumlah kota. Saat ini, Prancis bersiap-siap menyerahkan wilayah utara kepada pasukan gabungan negara-negara Afrika Barat.
Jean-Yves Le Drian, Menteri Pertahanan Prancis, mengatakan, pasukan di Kidal sekarang ini belum bisa meninggalkan bandara Kidal karena kawasan tersebut sedang dilanda badai debu.
Sedangkan juru bicara Gerakan Islam untuk Azawad (MIA) bentukan baru, Senin, 29 Januari 2013, mengatakan, para pemimpin mereka telah bernegosiasi dengan pasukan Prancis. Pada Rabu, 30 Januari 2013, kelompok ini meminta komunitas internasional mencegah pengerakan pasukan Mali dan Afrika Barat di kawasan Kidal sebelum ada solusi politik.
Kidal tersembunyi di 1.500 kilometer sebelah utara Ibu Kota Bamako. Hingga saat ini masih dikuasai oleh Ansar al-Dine. Rencananya, Pasukan Militer Afrika untuk Mali (AFISMA) akan mengambil alih kepemimpinan Prancis, namun mereka terhambat oleh kekurangan perlengkapan senjata dan keuangan.
Jenderal Shehu Abdulkadir dari Nigeria selaku komandan gugus tugas pasukan gabungan Afrika mengatakan, 6.000 personel siap ditempatkan di sejumlah wilayah dalam dua pekan.
Sedangkan dari markas PBB diperoleh informasi dari sejumlah diplomat bahwa PBB kini mulai mendiskusikan kemungkinan pengiriman pasukan perdamaian PBB untuk Mali.
Pengerahan pasukan perdamaian PBB, mereka menjelaskan, harus mendapatkan persetujuan Dewan Keamanan. Mereka menambahkan, opsi lainnya adalah Dewan Keamanan memberikan mandat kepada pasukan Uni Afrika dengan dukungan logistik atau lainnya dari PBB, seperti yang pernah dilakukan terhadap misi perdamaian Uni Afrika ke Somalia.
AL JAZEERA | CHOIRUL