TEMPO.CO, Dhaka - Mahkamah Kejahatan Perang Internasional (ICT), Senin, 21 Januari 2013, menghukum mati Abul Kalam Azad, seorang ulama kenamaan sekaligus anggota partai oposisi Jamaah al-Islami.
“Azad dijatuhi hukuman gantung karena terbukti melakukan genosida dan pembunuhan selama perang kemerdekaan Bangladesh melawan Pakistan pada 1971,” kata Hakim Obaidul Hasan dalam sidang in absentia tersebut. Terpidana kabur sejak April lalu dan diduga bersembunyi di Pakistan.
Pria berusia 63 tahun itu dituding menembak enam warga Hindu hingga tewas dan terlibat dalam pembunuhan puluhan warga Hindu lainnya. Pada era 1980-an, Azad menjadi pembicara tetap masjid terbesar di Ibu Kota Dhaka. Acara televisinya digandrungi oleh umat Islam Bangladesh.
Putusan itu disambut gembira Jaksa Agung Bangladesh, Mahbubey Alam. Menurutnya keputusan ini sangat bersejarah bagi bangsa dan rakyat Bangladesh. “Ini adalah kemenangan untuk kemanusiaan. Rakyat Bangladesh dapat bernapas lega sejak 1971,” ujar Alam, girang.
Partai Jamaah al-Islami menolak pemisahan Bangladesh dari Pakistan pada 1971. Sejumlah tuduhan penyiksaan dan pembunuhan telah dialamatkan kepada partai tersebut selama perang kemerdekaan. Selain Azad, sembilan petinggi partai dan dua anggota partai Nasionalis Bangladesh turut menghadapi dakwaan serupa.
Namun, pengacara Azad, Abdus Shukur Khan, menegaskan kasus ini direkayasa. “Namanya tidak pernah masuk dalam buku perang mana pun,” tutur Khan. Bekas perdana menteri Khaleda Zia menuding putusan ini adalah kejahatan politik. Jamaat al-Islami merupakan pendukung utama partai Zia saat ia masih berkuasa.
AP | USA TODAY | DAWN | THE ECONOMIST | SITA PLANASARI AQUADINI