Pasukan Brigade Ke-4, Divisi Infantri Kedua Amerika Serikat berada di dalam pesawat pengangkut di Irak. AP/Maya Alleruzzo
TEMPO.CO, Gorki - Irak teken kontrak pembelian senjata ke Rusia senilai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 48 triliun. Demikian pernyataan dari sebuah dokumen yang diperoleh media Rusia, Selasa, 9 Oktober 2012, terkait dengan pertemuan antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev di Moskow.
Dalam situs pravda.ru disebutkan, jenis persenjataan yang bakal dibeli Irak adalah jet tempur MiG Fighter, helikopter, senjata anti-serangan udara, kendaraan tempur lapis baja, dan senjata lain seperti yang digunakan oleh negara-negara Timur Tengah.
Soviet Times melaporkan, Bagdad merupakan salah satu pembeli utama produk persenjataan Uni Soviet. Seusai Perang 1990-an, kerja sama militer dan teknis antara Rusia dan Irak anjlok ke titik paling rendah.
Namun kerja sama itu bangkit kembali setelah perang kedua antara Amerika Serikat dan Irak. Sejak itu, Rusia menjadi pemasok persenjataan Irak dalam jumlah paling besar. Pada 2008 hingga 2011, pemerintahan baru di Bagdad membeli senjata Rusia senilai US$ 246 juta (Rp 2,4 triliun). Sebagian besar senjata yang dibeli adalah helikopter.
Dalam periode yang sama, menurut Direktur Center for Analysis of World Arms Trade (TSAMTO) Igor Korotchenko, Irak membeli senjata buatan Amerika Serikat senilai US$ 6,56 miliar (Rp 63 triliun).
Kantor berita Irak, Shafaq, melaporkan, kunjungan Perdana Menteri Nouri al-Maliki di Moskow, yang dijadwalkan hingga 10 Oktober 2012, salah satu agendanya adalah menandatangani kontrak baru pembelian senjata dan perlengkapan militer lainnya.
Jika kesepakatan kedua negara ini mulus, Irak akan menjadi negara kelima sebagai importir senjata dari Rusia. Hingga saat ini, pemasok utama sistem persenjataan Irak adalah Amerika Serikat. Bagdad telah membeli senjata dengan nilai sekitar US$ 15 miliar (Rp 144 triliun) dari negeri yang menjatuhkan rezim Presiden Saddam Husein.