Calon presiden Mesir Khaled Ali di Kairo (20/5). AP/Amr Nabil
TEMPO.CO , Kairo - Ratusan orang Mesir yang ditangkap secara massal lebih dari dua minggu lalu memulai mogok makan. Mereka memprotes penahanan lanjutan dan kemungkinan mereka akan menghadapi pengadilan militer, kata aktivis.
Ratusan aktivis di luar penjara termasuk calon presiden Khaled Ali sementara itu mengadakan mogok makan simbolis selama 24 jam untuk mendukung mereka dan menentang pengadilan militer bagi warga sipil.
Mereka ditahan menjelang pemilihan presiden yang sedianya demi melengserkan dewan militer yang berkuasa di Mesir dan menyerahkannya ke tangan pemerintah sipil. Pihak militer diduga mencoba untuk mempertahankan kekuatannya.
Pejabat berwenang mengatakan bahwa pengadilan militer sangat penting untuk menjaga ketertiban dalam pergolakan akibat penggulingan Hosni Mubarak tahun 2011 lalu. Pengecamnya mengatakan pengadilan digunakan untuk menekan perbedaan pendapat, dan kelompok HAM mengatakan mereka melanggar hukum internasional.
Pada hari Minggu, aktivis, wartawan dan lain-lain berkumpul di Kairo untuk menunjukkan dukungan bagi lebih dari 300 orang yang ditahan. Tak ada angka resmi mengenai jumlah mereka yang kini meringkuk di penjara.
Penangkapan massal dan rujukan ke penuntutan militer adalah yang terbesar sejak penggulingan Mubarak. Sehari sebelumnya, Human Rights Watch mengatakan para tahanan dipukuli dan disiksa.
Diperkirakan 11.000 warga sipil telah dikirim ke penjara sebelum diadili melalui pengadilan militer sejak jatuhnya Mubarak. Masalah ini telah menjadi titik utama dari konflik antara para jenderal yang berkuasa yang mengambil alih dari Mubarak dan kelompok pemuda revolusioner yang memimpin pemberontakan.
Sejauh ini, 141 tahanan mulai mogok makan pada hari Minggu, kata Salma Abdel-Gelil, seorang aktivis mengorganisir protes itu. Dia mengatakan tersangka lain menolak makanan sejak sehari setelah penangkapan 4 Mei, dan mereka mengkhawatirkan kesehatannya. "Para tahanan akan terus mogok makan mereka sampai tuntutan mereka terpenuhi," kata Abdel-Gelil.