TEMPO.CO, Jakarta - Korea Selatan telah menemukan jejak radioaktif gas xenon dari uji coba nuklir Korea Utara yang berlangsung pada awal September 2017. Namun belum dapat disimpulkan apakah jejak radioaktif itu berasal dari bom hidrogen seperti yang diklaim oleh Pyongyang.
Korea Utara melakukan uji coba nuklir ke 6 dan terbesarnya pada 3 September 2017, sehingga memaksa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meningkatkan sanksi dengan melarang ekspor tekstil dan membatasi pasokan bahan bakarnya.
Baca: PBB Hukum Korea Utara, Trump: Itu Belum Seberapa
Komisi Keamanan dan Keamanan Nuklir Korea Selatan mengatakan, detektor xenon berbasis di beberapa bagian negara bagian timur laut. Pihaknya melacak isotop xenon-133 pada 9 kesempatan, sementara peralatan bergerak di pantai timur melacak efek dari 4 isotop.
"Sulit untuk menentukan seberapa kuat uji coba nuklir dengan jumlah xenon yang terdeteksi, tapi kita dapat mengatakannya dari Korea Utara," kata Komisaris Eksekutif, Choi Jongbae, seperti yang dilansir Press TV pada 13 September 2017.
Baca: PBB: Ekspor Ilegal Korea Utara Capai Rp 3,5 Triliun dalam 6 Bulan
Komisi tersebut tidak dapat memastikan jenis nuklir yang diuji coba Korea Utara. Xenon adalah gas tak berwarna alami yang digunakan dalam produksi beberapa jenis lampu.
Namun xenon-133 yang terdeteksi adalah isotop radioaktif yang tidak ada secara alami dan terkait dengan tes nuklir Korea Utara di masa lalu. Jejak xenon yang terdeteksi telah dipastikan tidak berdampak pada lingkungan dan populasi Korea Selatan.
PRESS TV|REUTERS|CNBC|YON DEMA