TEMPO.CO, Sittwe—Kekerasan mematikan semakin memburuk di negara bagian Rakhine, Myanmar, dalam tiga hari terakhir hingga Ahad 27 Agustus 2017, dengan hampir 100 orang tewas.
Seperti dilansir Straits Times, Senin 28 Agustus 2017, korban tewas meningkat karena bentrokan bersenjata antara tentara dan militan Rohingya berlanjut untuk hari ketiga.
Pemerintah Myanmar mengatakan jumlah korban tewas akibat kekerasan akibat serangan terkoordinasi oleh gerilyawan Rohingya telah meningkat menjadi 98 orang, yakni 80 gerilyawan dan 12 anggota pasukan keamanan.
Pemerintah telah mengevakuasi setidaknya 4.000 warga desa non-Muslim di tengah bentrokan yang berlangsung di Rakhine barat laut.
Baca: Rohingya Angkat Senjata, Ribuan Warga Lari dan Dievakuasi
Kontak senjata yang mematikan itu berawal dari penyerangan pemberontak etnis minoritas Muslim Rohingya yang menyasar 30 pos polisi, Jumat lalu yang menyebabkan 32 orang tewas.
Bentrokan tersebut, yang merupakan insiden terburuk sejak Oktober 2016, telah mendorong pemerintah untuk mengevakuasi staf dan ribuan penduduk desa non-Muslim.
Evakuasi khusus penduduk non-Muslim itu dilakukan karena pemberontakan berasal dari etnis minoritas Muslim Rohingya, yang selama ini diperlakukan sebagai imigran ilegal.
Sudah puluhan ribu warga Rohingya yang melarikan diri ke Banglades sejak kekerasan pertama terjadi pada Oktober 2016 di mana militan membunuh sembilan polisi di pos berbatasan Rakhine.
Bentrokan sengit terjadi di pinggiran kota Maungdaw, menurut penduduk dan pemerintah. Serangan itu menandai peningkatan dramatis konflik yang telah merebak di kawasan ini sejak Oktober lalu.
Di samping itu, kekerasan terbaru di Rakhine, Myanmar dalam tiga hari terakhir ini, kembali memicu gelombang pelarian warga Muslim Rohingya untuk melintasi perbatasan menuju Bangladesh.
STRAITS TIMES | BOSTON HERALD | SITA PLANASARI AQUADINI