TEMPO.CO, Caracas- Pemilihan anggota parlemen baru untuk mengubah dasar negara Venezuela diwarnai kekerasan dan demonstrasi yang berakhir ricuh. Bahkan telah menewaskan sedikitnya 14 orang dan puluhan lainnya terluka. Mereka yang tewas termasuk pemimpin pemuda oposisi, kandidat pro-pemerintah dan seorang tentara.
Pemilihan anggota parlemen baru untuk mengamenden dasar negara Venezuela yang kontroversial berlangsung pada Minggu pagi, 30 Juli 2017. Pemerintah sosialis pimpinan Nicolas Maduro menginginkan majelis baru menulis ulang konstitusi dan mengesampingkan kongres.
Baca: Jelang Pemilihan Dewan, Air France Tunda Penerbangan ke Venezuela
Seperti yang dilansir BBC pada 31 Juli 2017, presiden Maduro mengatakan pemilihan tersebut adalah satu-satunya cara untuk memulihkan perdamaian setelah berbulan-bulan protes dan terjadi kebuntuan politik antara pemerintah dan parlemen atau Majelis Nasional yang dikuasai oposisi.
Namun kenyataannya demonstrasi semakin meluas dan mengakibatkan korban berjatuhan hampir di seluruh negeri.
Saat pemungutan suara mulai berjalan, pemrotes antipemerintah turun ke jalan-jalan meski ada larangan dari pemerintah dan ada laporan tentang bentrokan dengan polisi di seluruh negeri.
Baca: AS Perintahkan Diplomatnya Keluar dari Ibukota Venezuela
Sedikitnya 3 orang dilaporkan tewas ditembak di negara bagian barat Tachira. Korbannya adalah dua remaja dan seorang tentara dari penjaga nasional.
Ricardo Campos, sekretaris pemuda dari partai oposisi Accion Democratica, ditembak mati saat melakukan demonstrasi di kota Cumana, timur laut Venezuela.
Sesaat sebelum pemungutan suara dimulai, Jose Felix Pineda, seorang pengacara berusia 39 tahun yang berdiri dalam pemilihan, dilaporkan juga ditembak di rumahnya di negara bagian Bolivar.
Di ibukota Caracas, sebuah ledakan terjadi di dekat kerumunan massa yang tengah melakukan demonstrasi, melukai beberapa petugas polisi dan membakar sejumlah sepeda motor milik massa aksi.
Baca: Presiden Maduro Dukung Serangan ke Gedung Parlemen Venezuela
Di ibukota, pemungutan suara berlangsung damai di banyak lingkungan namun terjadi bentrokan sporadis antara pemrotes dan pasukan keamanan, terutama di wilayah yang dikuasai oposisi.
Proses pemilihan sendiri berjalan alot dengan tingkat partisipasi yang rendah. Bahkan Dewan Pemilihan Nasional harus memperpanjang waktu pemungutan suara guna menarik lebih banyak pemilih.
Minimnya minat warga tersebut diduga karena pemilihan 545 anggota majelis yang akan ditugaskan untuk menulis ulang konstitusi dan akan memiliki kekuatan untuk mereformasi atau membubarkan institusi negara lainnya, termasuk parlemen yang dikuasai oposisi.
Majelis konstituante telah banyak dikritik oleh pemerintah asing termasuk dari Amerika Serikat, Inggris dan negara tetangga Kolombia. Pada hari Minggu, Peru dan Argentina mengatakan bahwa mereka tidak akan menerima hasil pemungutan suara tersebut.
Baca: Oposisi Venezuela Gelar Referendum Tandingan untuk Lawan Maduro
Bahkan Amerika Serikat telah mengancam akan memberikan sanksi tambahan jika hasil pemungutan suara itu digunakan Maduro untuk melanggengkan kekuasaannya. Amerika yang telah memberlakukan sanksi terhadap 13 anggota pemerintah Maduro, memberi isyarat bahwa pihaknya mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut, kali ini menargetkan industri minyak.
Di bawah Maduro, yang terpilih setelah kematian Hugo Chavez akibat kanker pada 2013, ekonomi negara yang mengandalkan pada minyak terjun ke dalam krisis. Sehingga melumpuhkan program sosial yang telah disiapkan Chavez untuk mayoritas Venezuela.
Pengendalian harga mengakibatkan kekurangan makanan dan obat-obatan yang meluas dan inflasi yang melonjak, serta kekerasan yang tak terkendali, yang mendorong jutaan orang Venezuela untuk meninggalkan negara mereka.
BBC|GUARDIAN|YON DEMA