TEMPO.CO, Seoul- Ternyata kepentingan intelijen bukan alasan utama peretasan atau cyber crime oleh Korea Utara. Hasil studi Institut Keamanan Finansial Korea Selatan atau FSI menyebutkan, peretasan terbanyak dilakukan Korea Utara untuk mencuri uang demi menghidupi negaranya yang miskin dan dikenai sanksi internasional.
Menurut FSI, dulunya kecurigaan diarahkan pada upaya Korea Utara untuk membuat kekacauan sosial atau mencuri data rahasia militer dan pemerintahan di berbagai negara lewat aksi peretasannya. Ternyata, dalam beberapa tahun terakhir ini, terjadi perubahan fokus peretasan, yakni meningkatkan masuknya mata uang asing ke Korea Utara.
Baca: Five Eyes Bertemu di Kanada Bahas Strategi Atasi Cyber Crime
Korea Utara dicurigai berada di balik kelompok peretas internasional bernama Lazarus yang tahun lalu membobol bank sentral Bangladesh dengan menguras sebesar US$ 81 juta atau setara Rp 1,08 triliun. Dan menyerang studio Sony Hollywood pada tahun 2014.
Pemerintah Amerika Serikat waktu itu menuding Korea Utara yang meretas situs Sony dan beberapa kantor pemerintahan AS.
Lalu pada April ini, perusahaan keamanan cyber Rusia, Kaspersky Lab, menemukan kelompok peretas bernama Bluenoroff sebagai jaringan kerja sama dengan Lazarus, yang fokus untuk meretas institusi-institusi keuangan asing.
Baca: Shadow Brokers Lakukan Serangan Cyber di 99 Negara, Ini Dampaknya
Laporan terbaru dari analisa kejahatan cyber pemerintah Korea Selatan dengan sejumlah lembaga komersial pada tahun 2015 hingga 2017 menemukan nama jaringan kerja Lazarus lainnya, yakni Andariel.
"Bluenoroff dan Andariel memiliki kesamaan akar, namun mereka berbeda target dan motif. Andariel fokus untuk menyerang bisnis Korea Selatan dan lembaga pemerintahan dengan menggunakan metode yang dirancang khusus untuk negara itu," ujar laporan itu sebagaimana dikutip dari The Star, Jumat, 28 Juli 2017.aca
Baca: Intelijen Jerman Laporkan Peningkatan Serangan Cyber Rusia
Sejumlah peneliti keamanan cyber juga menemukan bukti teknis bahwa Korea Utara terlibat dengan serangan global peretas bernama Wannacry yang menebar virus dan merusak lebih dari 300 ribu komputer di 150 negara pada Mei lalu.
Namun, Korea Utara berkukuh menepis keterlibatannya dalam aksi peretasan atau cyber crime internasional.
THE STAR | MARIA RITA