TEMPO.CO, Sanaa - Presiden Yaman tersingkir Ali Abdullah Saleh meminta pendukungnya dan milisi Houthi melanjutkan perang melawan agresi Arab Saudi. Saleh berjanji akan membelikan persenjataan baru untuk mereka.
Saleh muncul di lokasi pelatihan militer di sebelah selatan Ibu Kota Sanaa bersama penasehat politiknya, Saleh Ali Al-Sammad, serta keponakannya Mayor Jenderal Tariq Mohamed Ali Saleh.
Baca: Yaman Tembakkan Misil ke Pangkalan Militer Saudi
Dia mengatakan, dia akan membeli peralatan perang baru untuk mereka dan menjelaskan kepada keponakannya agar melakukan pelatihan tersembunyi dan kamuflase.
Pada kesempatan itu, al-Sammad meminta kepada seluruh milisi menghadapi berbagai tantangan demi tantanga dan tidak mendengarkan berbagai isu untuk merusak hubungan internal antara milisi Houthi dengan Partai Konferensi Rakyat, partai pimpinan Saleh.
Baca Juga:
Baca: Mantan Presiden Yaman: Perang Lawan Arab Saudi akan Meletus
Sementara itu, sebelumnya, milisi Houthi dikabarkan menembakkan misil balistik jarak jauh ke kilang minyak Arab Saudi, Sabtu. Misil itu diklaim menghantam target dan menghancurkan kilang.
Kabar tersebut dibantah oleh otoritas Arab Saudi. Menurut mereka, sebagaimana ditulis kantor berita Saudi, ledakan tersebut bukan akibat serbuan misil melainkan akibat terik matahari terhadap pembangkit listrik.
Baca: Peringati Dua Tahun Perang, Puluhan Ribu Warga Yaman Unjuk Rasa
"Tidak ada kerusakan, kinerja kilang tersebut berjalan normal seperti biasa," tulis media Arab Saudi.
Beberapa pengguna akun Twitter termasuk warga Saudi mengunggah video ledakan seraya mengatakan bahwa ledakan itu sepertinya disebabkan oleh misil balistik sehingga mengakibatkan banyak kerusakan.
Saleh pada 2015 menyatakan secara terbuka telah beraliansi dengan pejuang Houthi. Pernyataan dukungan ini terlontar setelah kediamannya di Sanaa, ibu kota Yaman, dihantam dua serangan udara koalisi Arab.
Ali Abdullah Saleh yang dipaksa mundur dari jabatan nomor satu di Yaman pada 2012 lalu, lolos dari serangan yang dilancarkan koalisi Arab
MIDDLE EAST MONITOR | REUTERS | CHOIRUL AMINUDDIN