TEMPO.CO, Yangon - Puluhan umat Islam berbaris di depan suatu masjid di Yangon, Myanmar pada Jumat, 23 Juni 2017. Berlindung di bawah payung untuk menghindari hujan monsun yang deras, puluhan muslim itu mengantri untuk mendapatkan nasi dan kari untuk berbuka puasa. Ini potret kehidupan umat muslim Myanmar saat Ramadan.
Selama enam dekade, sebagian besar umat muslim di Myanmar beribadah di sekolah-sekolah Islam. Namun bulan lalu, madrasah di Yangon Timur ditutup oleh gerombolan nasionalis Budha. "Kami telah menghadapi lebih banyak diskriminasi selama beberapa tahun terakhir," kata Hussein, seorang muslim yang biasa beribadah di sekolah.
Baca: Ramadan, Muslim Myanmar Dipersulit untuk Beribadah
Kebanyakan umat muslim menerjang hujan monsun untuk beribadah bersama di jalanan saat bulan suci Ramadan mulai tahun ini. Namun pemerintah setempat melarang kegiatan itu. Bahkan sebelumnya pemerintah telah menghukum tiga orang yang menghadiri ibadah dengan alasan pertemuan itu mengancam stabilitas dan melanggar hukum.
Jumlah muslim di Myanmar hanya sekitar tiga hingga empat persen dari total populasi. Jumlah itu sudah termasuk kaum minoritas muslim Rohingya dari negara bagian Rakhine barat.
Baca Juga:
Agama Islam di Myanmar sebenarnya sudah berakar sejak beberapa abad yang lalu. Namun sekarang banyak yang merasa mreka tidak diinginkan di tanah air mereka sendiri.
Baca: Pengacara Muslim Myanmar Tewas Ditembak di Bandara Yangon
"Ketika saya muda tidak ada diskriminasi. Kami sangat ramah dengan umat Budha. Kami bisa makan di rumah mereka dan mereka makan di rumah kami. Sekarang di negara ini kami tidak bisa bebas mempraktikkan kegiatan agama kami," kata Hussein.
Aung Htoo Myint, sekretaris masjid di kota miskin Thaketa, Yangon, mengatakan bahwa mereka telah berjuang untuk menampung ratusan orang setelah sekolah Islam ditutup.
Bo Gyi, seorang guru di madrasah, mengatakan pihaknya tidak diberi informasi kapan sekolah bakal dibuka kembali. Pun ia tak tahu apa yang akan terjadi pada 300 murid yang belajar di sana. "Kami telah menulis surat kepada presiden dan menteri luar negeri Yangon," katanya. Tetapi belum ada jawaban.
Baca: Suu Kyi Tolak PBB Selidiki Kejahatan yang Dialami Rohingya
Cara Myanmar memperlakukan muslim mendapat banyak kritikan. Selain membatasi kegiatan agama, pemerintah bahkan mengatur pernikahan muslim dan mengatur jumlah anak yang bisa dimiliki berdasarkan undang-undang ras dan agama di negara tersebut.
Ketegangan antara umat Budha dan Islam merebak sejak 2012. Ketika itu kekerasan sektarian meletus di Rakhine dan menewaskan 200 orang yang sebagian besar Muslim Rohingya. Puluhan ribu umat muslim lantas melarikan diri ke kamp-kamp pengungsian.
Ramadan ini, umat Islam di Myanmar masih mengalami berbagai diskriminasi termasuk saat menjalankan ibadah menyambut bulan suci tersebut.
CHANNEL NEWS ASIA | MAYA AYU PUSPITASARI