TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Luar Negeri Indonesia membenarkan kabar ada empat warga negara Indonesia yang kini ditahan Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat atau ICE dan terancam dideportasi.
Namun Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal menegaskan bahwa deportasi ini tidak terkait dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang kini giat mengusir para pendatang haram di Negeri Abang Sam.
Menurut Iqbal keempat orang itu masuk ke Amerika Serikat pada 2000.
“Mereka meminta suaka namun sudah ditolak sekitar 2012. Jadi deportasinya adalah pelaksanaan dari keputusan penolakan suaka tersebut,” ujar Iqbal dalam pesan pendek kepada Tempo, Rabu 10 Mei 2017..
“Keempat WNI dalam keadaan baik dan sedang menunggu proses pemulangan. KJRI terus memantau perkembangannya,” ujar Iqbal.
Baca: 4 Warga Indonesia Ditahan Imigrasi Amerika Serikat
Seperti dilansir WYNC, Senin 8 Mei 2017, keempat warga Indonesia yang ditahan pada Senin lalu adalah Arino Massie, yang memiliki anak berkewarganegaraan A.S.; Saul Timisela, yang memiliki istri dengan disabilitas; Rovani Wangko, yang sudah menikah dengan pemegang kartu hijau; dan Oldy Manopo, ayah dari seorang anak yang diizinkan untuk tinggal di bawah program "Dreamer".
Iqbal menegaskan Indonesia menghormati hukum setempat. Dalam kasus keempat WNI ini, Iqbal mengatakan ada pelanggaran keimigrasian dan paspor mereka sudah tidak berlaku sejak beberapa tahun lalu.
Seorang juru bicara ICE, Lou Martinez, membenarkan penangkapan itu. Keempat pria ini menurut Martinez berada dalam tahanan ICE sambil menunggu sidang dengan seorang hakim federal.
Tapi dia tidak menolak memberikan penjelasan mengapa mereka ditangkap.
Pendeta Seth Kaper-Dale dari Gereja Reformasi di Highland Park mengatakan keempat warga Indonesia itu melarikan diri dari kampung halaman, karena sebagai penganut Nasrani mereka mengalami penganiayaan.
Kepada The New York Times pada 2012, Saul Timisela menceritakan sejumlah warga anti-Kristen di Indonesia telah memenggal seorang kerabat yang bekerja sebagai pendeta dan membakar gerejanya.
"Kami mencari kehidupan yang lebih baik, kebebasan beribadah," kata Timesela saat itu.
Baca: Dua WNI di Amerika Serikat Terancam Deportasi
Kaper-Dale menuturkan, keempat warga Indonesia ini tiba di Amerika Serikat dengan visa turis pada 1990-an setelah melarikan diri dari apa yang mereka gambarkan sebagai penganiayaan agama.
Meskipun mereka penganut Kristen, setelah 11 September 2001, semua pemegang visa sementara laki-laki dari negara-negara Muslim, diminta mengikuti kebijakan Pemerintahan Bush untuk mendaftar ke pemerintah federal. Itulah yang membuat mereka berada dalam radar ICE.
Mereka, kata Kaper-Dale, kemudian mengajukan permohonan suaka, namun permohonan mereka ditolak karena mereka melewatkan tenggat waktu yang berakhir satu tahun setelah kedatangan mereka.
Jadi mereka tinggal di New Jersey tanpa status warga permanen, bekerja sebagai buruh di gudang dan pabrik, hingga ICE mendeportasi sekelompok orang Kristen Indonesia pada 2006. Keempat pria ini selamat dari upaya deportasi.
Pada 2009, Kaper-Dale membantu mencapai kesepakatan dengan pemerintahan Obama yang memungkinkan puluhan orang untuk tinggal di negara tersebut di bawah masa percobaan yang dikenal sebagai "pengawasan".
Baca: Percepat Deportasi, Hakim Dikirim ke 12 Kota di Amerika Serikat
Kesepakatan itu hanya berlangsung hingga 2012, saat deportasi dilanjutkan. Jadi, Kaper-Dale mengubah gerejanya menjadi tempat perlindungan yang aman, menampung orang-orang Kristen Indonesia selama 11 bulan. Kesulitan mereka mendapat perhatian media nasional.
Untuk membantu mereka tetap bertahan, Kaper-Dale berargumen orang-orang Indonesia ini telah berkontribusi kepada masyarakat. Salah satu warga Indonesia yang dijadwalkan untuk dideportasi, Harry Pangemanan, telah membantu membangun kembali 200 rumah setelah Topan Sandy menghantam.
Mereka kemudian dibebaskan dengan pengawasan. Tapi sejak Senin lalu dan di bawah rezim Donald Trump, situasi berubah dan keempat WNI ini terancam dideportasi dari Amerika Serikat.
WCNY | SITA PLANASARI AQUADINI