TEMPO.CO, Manila – Presiden Filipina Rodrigo Duterte tetap populer meski telah menewaskan ribuan orang dalam operasi keamanan memerangi narkoba.
Minat itu terlihat dari jajak pendapat terbaru yang menunjukan empat per lima warga Filipina sangat percaya terhadap mantan wali kota Davao City itu.
Survey terbaru oleh Social Weather Stations atau SWS, menunjukan 80 persen dari 1.200 orang disurvei memiliki kepercayaan yang tinggi kepada Duterte. Sementara sisanya ragu-ragu dan 10 persen lainnya memiliki kepercayaan yang tidak terlalu besar.
Baca: Demi Perangi Narkoba, Duterte Akan Berlakukan Darurat Militer
Seperti yang dilansir Reuters, Senin 8 Mei 2017, survei itu dilakukan pada awal tahun ini hingga Maret dan baru dipublikasikan pada akhir pekan lalu.
Hasil ini menunjukan bahwa untuk empat kali berturut-turut mayoritas warga Filipina masih percaya untuk menaruh harapan pada Duterte dalam survei.
SWS terus memantau tingkat kepercayaan Duterte sejak Desember 2015 saat dia memutuskan untuk maju sebagai calon Presiden Filipina yang kemudian dia menangkan.
Tingkat kepercayaan terhadap Duterte diawali pada angka 47 persen dan berada pada titik tertinggi sepekan sebelum pemilihan pada angka 84 persen.
Baca: Dikecam Aktivis HAM dan PBB, Ini Sumpah Presiden Duterte
SWS membedakan tingkat kepercayaan dengan tingkat kepuasan dalam survei mereka. Tingkat kepercayaan mengukur sentimen publik terkait kepribadian sedangkan tingkat kepuasan dihubungkan dengan kinerja seorang individu dalam menjalankan tugasnya dan jabatannya.
Pengamat politik Filipina, Ranhilo Aquino mengatakan, tingginya peringkat Duterte tidak berarti kebijakannya juga populer di mata rakyat. Aquino mencontohkan survei lain yang menunjukkan menurunnya dukungan terhadap kebijakan kontroversial seperti diadakannya kembali hukuman mati dan perang melawan narkoba.
Kebijakan Rodrigo Duterte yang kerap kontroversial dan ekstrem kerap menjadi sasaran kritik, tak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari dunia internasional. Perang melawan narkoba yang dimulai sejak Juni 2016 sampai saat ini diperkirakan telah menewaskan lebih dari 8.000 orang.
REUTERS|INQUIRER|ASIA CORRESPONDENT | YON DEMA