TEMPO.CO, London – Kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS diduga sedang mengembangkan platform media sosial untuk menghindari tindakan keras keamanan pada alat komunikasi dan propaganda milik mereka.
Direktur Badan Polisi Uni Eropa atau Europol, Rob Wainwright mengatakan, platform online baru itu ditemukan dalam operasi selama 48 jam menargetkan kegiatan ekstremisme internet pada pekan lalu.
"Mereka ingin memiliki medium untuk menjalankan agenda kelompok itu sendiri. Ini jelas menunjukkan beberapa anggota ISIS sedang giat membangun platform tersebut," katanya dalam sidang keamanan di London, seperti dilansir Straits Times, Jumat 5 Mei 2017.
Baca: Kirim Pesan Suara, ISIS Sebut Donald Trump Idiot
Selama penyelidikan yang dilakukan oleh Europol dan melibatkan pejabat dari Amerika Serikat, Belgia, Yunani, Polandia, dan Portugal; ditemukan lebih dari 2.000 item ekstremis terafiliasi ISIS dan Al-Qaeda, diidentifikasi dan berada di 52 platform media sosial.
Para milisi selama ini sering mengandalkan platform media sosial mainstream untuk komunikasi online dan menyebarkan propaganda, dengan saluran pribadi pada aplikasi pesan Telegram menjadi sangat populer sepanjang tahun lalu.
Perusahaan teknologi, seperti Facebook dan Google, berada di bawah tekanan politik yang semakin meningkat untuk berbuat lebih banyak untuk mengatasi materi online ekstremis dan mempersulit kelompok-kelompok seperti ISIS untuk berkomunikasi melalui layanan terenkripsi untuk menghindari deteksi oleh petugas keamanan.
Namun Europol, dalam sebuah pernyataan, mengatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh banyak platform online untuk menghapus konten yang tidak pantas telah mendorong pendukung kelompok teroris untuk secara bersamaan menggunakan banyak platform untuk mempromosikan terorisme dan menghasut kekerasan.
"Mereka juga telah mencari penyedia layanan baru untuk memastikan pesan mereka menjangkau pendukung potensial, sementara minat yang tumbuh untuk platform yang tidak memerlukan identifikasi terus meningkat," kata agensi tersebut.
Wainwright mengatakan bahwa dengan menciptakan layanannya sendiri, ISIS telah merespons tekanan bersama dari badan intelijen, pasukan polisi dan sektor teknologi, dan mencoba menemukan jalan di sekitarnya. Ia juga menambahkan bahwa pihaknya tidak tahu apakah secara teknis akan sulit untuk menonaktifkan platform ISIS yang tengah dikembangkan itu.
Europol, yang berkantor pusat di Den Haag, Belanda, membantu 28 negara anggota Uni Eropa dalam pertarungan melawan kejahatan internasional dan terorisme yang serius, termasuk ISIS. Lembaga itu juga bekerja sama dengan negara mitra non-Uni Eropa dan organisasi internasional.
STRAITS TIMES | RUSSIA TODAY | REUTERS | YON DEMA