TEMPO.CO, Kairo- Pemimpin tertinggi Gereja Katolik dunia, Paus Fransiskus menyampaikan pesan yang tegas dan tajam kepada para pemimpin agama saat berbicara dalam Konferensi perdamaian yang diselenggarakan Masjid dan Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Paus Fransiskus meminta pemimpin umat beragama agar melawan kekerasan dan teror yang dibungkus dalam bahasa agama.
"Sebagai pemimpin umat beragama, kita diminta untuk membuka kedok kekerasan yang menyamar sebagai sesuatu yang dianggap suci," kata Paus Fransiscus di hadapan para peserta konferensi seperti dikutip dari New York Times, 29 April 2017.
Baca juga: Membawa Pesan Damai, Paus Fransiskus Tiba di Mesir
"Kita wajib mengecam kekerasan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia, untuk membongkar upaya membenarkan segala bentuk kebencian atas nama agama dan untuk mengutuk upaya memberhalakan Tuhan," tegas Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus menekankan pada penghormatan terhadap identitas sendiri dan keagamaan merupakan langkah penting untuk memiliki keberanian menerima perbedaan.
"Hal itu akan membantu dua keyakinan berjalan bersama bukan sebagai musuh melainkan sebagai teman seperjalanan," kata Paus Fransiskus.
Baca juga: Paus di Konferensi TED: Indah Jika Teknologi Dibarengi Kesetaraan
Ulama Al Azhar, Ahmed Ramzy el Sabbagh yang menghadiri Konferensi Perdamaian menyambut pernyataan Paus Fransiskus. " Ini lebih dari satu pertemuan antara dua orang. Ini pertemuan agama."
Paus Fransiskus hadir dalam konferensi perdamaian yang diadakan pusat studi Islam Sunni paling berpengaruh di Mesirdan dunia sebagai rangkaian kunjungan kepausannya ke Mesir.
Kunjungan Paus Fransiskus berlangsung di saat Mesir mengalami krisis kemanusiaan dengan serangan kelompok teroris yang berlangsung beberapa kali dengan target umat Kristen. Selain itu, pemerintahan Mesir menimbulkan sejumlah bentrokan.
Baca juga: Paus Kecam Serangan Udara yang Tewaskan Ratusan Warga Mosul
Dalam kunjungannya, Paus Fransiskus beberapa kali berbicara vokal terhadap Presiden Abdel Fattah el-Sisi. Paus mendorong upaya el-Sisi untuk memajukan hak asasi manusia. Menurut Commission on International Religious Freedom di Amerika Serikat, pemerintahan el-Sisi meningkatkan keamanan dan kebebasan beragama bagi umat Kristen minoritas.
"Beberapa menit lalu kamu mengatakan kepada saya bahwa Allah adalah Allah yang membebaskan. Dan ini benar," kata Paus Fransiskus menatap penuh makna ke arah el-Sisi saat keduanya berpidato.
Paus Fransiskus mengakui el-Sisi sering berbicara blak-blakan dan jernih tentang perlawanannya terhadap ekstrimis agama yang menghancurkan keberagaman.
Baca juga: Paus Fransiskus: Waspada Pemimpin Populis Berwatak Hitler
Namun, Paus memberi penekanan dalam ucapannya:"sejarah tidak akan memaafkan mereka yang mengajarkan keadilan namun kemudian mempraktekkan ketidakadilan. Sejarah tidak akan memaafkan mereka yang berbicara tentang kesetaraan namun menolak mereka yang berbeda."
Selain bertemu Presiden el-Sisi, menghadiri konferensi perdamaian, Paus Fransiskus juga bertemu umat Katolik Mesir dan bertemu dengan pemimpin Gereja Orthodok Koptik, Paus Tawadros II.
Paus menyampaikan rasa prihatin dan dukungan terhadap umat Ortodoks Koptik yang menjadi korban kekejaman teroris di Mesir seraya mengingatkan Katolik dan Ortodoks memiliki kedekatan dalam iman.
Baca juga: Paus Fransiskus: Ketidakpedulian, Dosa Masa Kini
"Bertahan, dalam jalan misteri dan keheningan, melalui darah iman yang murni. Darah mereka yang tak berdosa mempersatukan kita," kata Paus Fransiskus menanggapi sekitar 50 umat Kristen Koptik yang tewas saat merayakan Minggu Palma awal April lalu.
Paus Fransiskus juga mengunjungi lokasi pengeboman kelompok teroris pada Desember lalu yang menewaskan 28 orang.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Mesir merupakan kunjungan kepausannya yang ke 18 di luar Italia setelah resmi menjabat Paus pada tahun 2013. Fransiskus, berusia 80 tahun, merupakan Paus yang kedua berkunjung ke Mesir setelah Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2000.
NEW YORK TIMES | MARIA RITA