TEMPO.CO, New York - Seorang agen intelijen angkatan udara Amerika Serikat meninggalkan senjata berisi peluru di toilet pesawat Delta Air yang terbang darii Manchester, Inggris, ke bandara John F Kennedy, New York, pada awal bulan ini.
Intelijen yang bertugas di pesawat dengan nomor penerbangan 221 tersebut secara tidak sengaja meninggalkan pistolnya di toilet pesawat. Pistol itu kemudian ditemukan oleh seorang penumpang.
Senjata tersebut kemudian diserahkan kepada kru pesawat yang kemudian mengembalikannya kepada intelijen itu. Insiden yang terjadi akibat keteledoran intelijen itu baru dilaporkan sang petugas ke atasannya beberapa hari kemudian.
Baca juga: Dicurigai sebagai Intelijen, Model Rusia Ini Ditahan di Amerika
Seperti yang dilansir Independent pada 22 April 2017, meskipun kesalahannya sangat fatal, namun intelijen tersebut tidak dipecat. Dia hanya dipindahtugaskankan ke penerbangan lainnya beberapa hari kemudian.
Seorang sumber dari marsekal udara mengatakan bahwa intelijen itu dipekerjakan baru-baru ini dan seharusnya dicopot setelah kejadian tersebut.
"Dia melakukan kesalahan yang seharusnya berujung pada pencopotan," kata Craig Sawyer, mantan marshal.
Menurut Sawyer, jika pistol itu ditemukan oleh orang yang berniat jahat, maka itu akan membahayakan nyawa banyak orang.
Direktur Asosiasi Marsekal Udara, John Casaretti mengatakan Administrasi Keamanan Transportasi atau TSA harus memperbaiki pelatihan untuk karyawan baru.
Baca juga: Badan Intelijen AS Beberkan Cara Putin Pengaruhi Pilpres AS
"Insiden langka ini harus diselidiki secara menyeluruh dan TSA harus melakukan tindakan perbaikan yang tepat. Program pelatihan petugas lapangan dan pendampingan petugas baru harus ditingkatkan agar dapat mengurangi masalah kinerja serupa," katanya.
Maskapai Delta Air membenarkan insiden tertinggalnya senjata milik intelijen angkatan udara Amerika Serikat. Namun maskapai itu tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Biro Federal Marsekal Amerika Serikat telah lama dikritik karena manajemen yang buruk dan tidak memiliki laporan yang baik terkait tugas mereka, termasuk penyamaran untuk memantau dan merespons ancaman serta kinerja untuk meningkatkan keamanan.
Setelah serangan teroris 11 September 2001, pihak berwenang Amerika Serikat menempatkan agen rahasianya di setiap penerbangan menuju negara itu. Agen dari marsekal udara berpakaian preman duduk di antara penumpang sebagai langkah antisipasi serangan teror.
Dan insiden itu terjadi setelah para pejabat intelijen Amerika Serikat menerima laporan bahwa teroris ISIS secara aktif mencoba untuk menargetkan pesawat terbang, termasuk menyembunyikan bom di perangkat elektronik.
Temuan itu membuat Amerika dan Inggris melarang penumpang dari bandara di 10 negara berpenduduk mayoritas Muslim untuk membawa komputer laptop, iPads dan perangkat elektronik ke dalam kabin.
CNN|INDEPENDENT|YON DEMA