TEMPO.CO, Washington - Amerika Serikat bakal melakukan serbuan bersama pasukan koalisi ke Suriah jika Perserikatan Bangsa-Bangsa gagal merespon penggunaan senjata kimia yang menyebabkan lebih dari 100 orang, termasuk anak-anak, tewas.
"Ketika PBB gagal menjalankan tugasnya, ada saatnya kami melakukan aksi sendiri," kata duta besar AS untuk PBB, Nikki Haley, Rabu, 5 April 2017.
Peringatan keras AS itu disampaikan dalam sebuah pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB menyusul desakan Prancis dan Inggris terkait dengan serangan terhadap kota yang dikuasai pemberontak di Provinsi Idib, Selasa dinihari waktu Suriah.
Baca: Bom Kimia di Suriah Tewaskan 35 Orang, Pemerintah Bantah Terlibat
Pada pertemuan tersebut, Haley mengecam Rusia karena gagal mengencalikan sekutu dekatnya, Suriah. Sembari berdiri di ruang Dewan, Haley menunjukkan foto-foto korban serangan bom kimia, salah satunya seorang anak tak bernyawa menggunakan masket penutup wajah.
"Berapa anak yang harus mati akibat ketidakpedulian Rusia," ucapnya keras.
"Jika Rusia menggunakan pengaruhnya di Suriah, maka peristiwa ini (penggunaan bom kimia) tidak akan terjadi," lanjutnya.
Organisasi pemantau hak asasi berbasis di London, Syrian Observatory for Human Rights, mengatakan, sedikitnya 86 orang termasuk 36 anak tewas dalam serangan di Khan Sheikhoun, Provinsi Idib.
Beberapa dokter, sebagaimana dikutip Al Jazeera, mengatakan, puluhan korban lainnya mengalami sesak napas, kejang-kejang, dan mulutnya berbusa.
Baca: Serangan Gas Beracun di Suriah, Korban Tewas Jadi 100 Orang
Peristiwa ini digolongkan aksi serangan senjata kimia paling buruk di Suriah sejak 2013 ketika gas sarin untuk pertama kalinya digunakan di kawasan yang dikuasai pemberontak di Damaskus.
"Jika kami tidak siap bertindak, Dewan hanya melakukan pertemuan dan pembahasan, sedangkan waktu terus berjalan bersamaan dengan penggunaan senjata kimia yang terus berlanjut. Semua itu tidak ada akan berakhir," kata Haley.
Inggris, Prancis dan AS menyampaikan draf resolusi di pertemuan darurat Dewan. Namun menurut Rusia, isi draf tersebut tidak bisa diterima.
Duta besar Rusia untuk PBB, Vladimir Safronkov, dipersiapkan terlalu terburu-buru dan tidak perlu kendati negaranya mendukung perlunya investigasi.
"Tugas utama kita sekarang ini adalah melakukan penyelidikan obyektif tentang apa yang sebenarnya terjadi," kata Safronkov.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN