TEMPO.CO, Washington - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi menyumbangkan gaji tiga bulan pertamanya kepada Badan Pengelola Taman Nasional.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Sean Spicer, pada Senin, 3 April 2017 waktu Amerika Serikat, menyerahkan replika cek senilai US$ 78,3 ribu atau setara Rp 1 miliar kepada Menteri Dalam Negara Ryan Zinke.
Zinke mengatakan ia senang dengan keputusan presiden itu untuk menyumbangkan uang kepada lembaga di bawah kendalinya.
Baca: Hapus Kebijakan Lingkungan Obama, Trump Digugat Suku Indian
"Presiden Trump sudah memberi tahu tentang hal ini malam Minggu lalu. Uang ini akan digunakan untuk membiayai proyek perbaikan dan peningkatan terhadap 25 taman nasional di seluruh negara," kata Zinke seperti dilansir The New York Times pada 3 April 2017.
Sebelumnya Gedung Putih mengumumkan bahwa Donald Trump akan menyumbangkan gaji tahunannya sebagai Presiden Amerika Serikat sebesar US$ 400 ribu atau sekitar Rp 5,3 miliar kepada badan amal akhir tahun ini.
Spicer, mengatakan pada awal Maret tahun ini, dalam rangka merealisasi kerja amal Presiden Trump, media yang sering mengkritiknya diminta membantu mengawasi penggunaan dana itu.
Ketika kampanye presiden tahun lalu, sang miliarder itu beberapa kali mengatakan tidak berencana mengambil gaji, sebaliknya hanya mau menerima US$ 1 atau sekitar Rp 13 ribu sebagai formalitas.
Forbes memperkirakan harta Trump mencapai US$ 3,7 miliar atau sekitar Rp 49,3 triliun.
Presiden sebelumnya, Herbert Hoover dan John F Kennedy, juga menyumbangkan gajinya selama menjadi presiden untuk amal. Keduanya menyumbangkan gaji karena tidak membutuhkan biaya untuk menambah pendapatan pribadinya.
US Code, yang bertugas menguraikan kewajiban dan hak presiden, mengatakan Presiden Trump akan menerima secara penuh kompensasi atas jasanya selama jangka waktu yang ditentukan.
Sejak 2001, Presiden Amerika Serikat menerima kompensasi sebesar US$ 400 ribu per tahun ditambah uang saku US$ 50 ribu atau sekitar Rp 667 juta untuk membantu membiayai pelaksanaan tugas resminya.
NEW YORK TIMES | YON DEMA