TEMPO.CO, Atlanta - Kelompok hak asasi publik menggugat pemerintah negara bagian Georgia, Amerika Serikat karena tidak mengizinkan sepasang suami istri memberikan anak mereka yang berusia 22 bulan dengan nama Allah.
Pemerintah Georgia tidak mempermasalahkan nama pertama dan tengah bayi ZalyKha Graceful Lorraina dari pasangan Elizabeth Handy dan Bilal Walk. Namun ketika nama belakangnya tertulis Allah, pemerintah lantas menolaknya. Alasannya, nama belakang harus dari salah satu nama orangtua.
Uni Hak Asasi Masyarakat Amerika Georgia (ACLU) lantas mengajukan gugatan di Pengadilan Tinggi Daerah Fulton. Dalam gugatan yang diajukan Kamis pekan lalu, juga dituliskan bahwa pasangan itu memiliki anak yang lebih tua bernama Ahli Mosirah Aly Allah, yang tidak pernah dipertanyakan oleh otoritas pemerintah.
Tapi ketika Elizabeth Handy dan Bilal mengisi formulir bagi ZalyKha setahun setelah ia lahir, mereka kemudian terhalang oleh satu poin dalam kode administrasi Georgia.
Pengacara Departemen Kesehatan Publik Georgia mengatakan bahwa Undang-undang negara itu mensyaratkan nama keluarga bayi itu apakah ayah atau ibu untuk catatan kelahiran awal.
Pemerintah negeri Georgia mengatur nama akhir anak-anak itu, ZalyKha Graceful Lorraina Allah, seharusnya Handy, Walk atau kombinasi keduanya.
Pasangan itu mengatakan bahwa pemberian nama anaknya Allah bukan karena urusan religius tetapi lebih kepada nama itu dianggap suci dan mulia.
"Kami memahami dari segi pribadi kaitan nama itu. Ini bukan sesuatu yang kami ingin jelaskan secara rinci. Apa yang penting adalah hak kami sebagai orang tua," kata Walk, seperti yang dilansir Daily Mail pada 27 Maret 2017.
ACLU Georgia mengajukan gugatan atas nama pasangan itu, yang mengatakan mereka gagal mendapatkan nomor jaminan sosial anak perempuan mereka karena tidak adanya sertifikat lahir selain mengantisipasi menghadapi kesulitan akses perawatan kesehatan, sekolah dan perjalanan.
WASHINGTON POST|DAILY MAIL|YON DEMA