TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Keplisian Indonesia mengatakan, Interpol telah mengeluarkan perintah penangkapan atau Red Notice terhadap tiga bos perusahaan minyak asal Cina, Sinopec, yang diduga terlibat kejahatan penipuan di Indonesia.
Juru bicara Kepolisian Republik Indonesia, Boy Rafli Amar, mengatakan Red Notice dikeluarkan Interpol terkait dengan kasus penipuan dalam pembangunan terminal penyimpanan minyak Sinopec sebesar US$ 850 juta atau setara Rp 11,3 triliun di Indonesia.
"Tiga Red Notice sudah dikeluarkan untuk menahan mereka," kata Boy Rafli, seperti yang dilansir Channel News Asia pada 21 Maret 2017.
Boy Rafli menjelaskan, pemerintah Indonesia mengajukan permohonan bantuan Interpol pada 21 Februari 2017 terhadap tiga eksekutif Sinopec yakni Zhang Jun, Feng Zhigang dan Ye Zhijun.
Sinopec membangun proyek bernama West Point Terminal di kawasan bebas perdagangan Batam. Jika proyek ini selesai, maka kawasan ini akan menjadi kilang minyak terbesar di Asia Tenggara.
Pembangunan proyek West Point Terminal dijadwakan rampung pada tahun 2016. Namun proyek ini mengalami kemunduran setelah pemegang saham Indonesia mulai mengajukan gugatan yang mencapai puncaknya pada November 2015.
Defrizal Djamaris, pengacara West Point Terminal's dan PT Mas Capital Trust mengatakan MCT melaporkan kecurigaan tiga eksekustif Sinopec melakukan penipuan ke polisi setempat pada tahun 2015.
Tiga eksekutif Sonipec tidak memenuhi panggilan polisi dan meninggalkan Indonesia saat polisi menangani kasus Sinopec.
China Petroleum dan Chemical Corp, atau Sinopec, adalah perusahaan minyak nasional terbesar ke dua di Cina dan terbesar kelima di dunia. Sinopec setuju membangun kilang minyak di Pulau Batam pada tahun 2012. Proyek itu dijalankan oleh anak perusahaannya, Sinopec Kantons yang bertujuan untuk mengembangkan fasilitas penyimpanan sebesar 2,6 juta ton senilai US$ 850 juta.
Hingga sekarang, pembangunan proyek West Point Terminal tidak kunjung rampung. Malah izin operasi pembangunan proyek itu sudah berakhir pada 2014.
CHANNEL NEWS ASIA|REUTERS|YON DEMA