TEMPO.CO, Washington—Badan Penyidik Federal Amerika Serikat, FBI, untuk pertama kali mengakui pihaknya sedang melakukan penyelidikan atas persekongkolan Rusia dan Trump dalam pemilihan presiden 2016 lalu.
Kepada Komite Intelijen Kongres AS, James Comey, menjelaskan penyelidikan mencakup kaitan antara sejumlah pejabat dalam tim kampanye Presiden Donald Trump dengan pemerintah Rusia.
Baca: Parlemen AS Selidiki Persekongkolan Donald Trump dan Rusia
Selain itu juga diselidiki apakah ada koordinasi antara tim kampanye Trump dan Rusia serta apakah ada pelanggaran hukum yang terjadi.
Menurut Comey penyelidikan itu amat rumit dan dia tidak bisa memberikan rincian kepada komite yang belum diketahui masyarakat umum.
Dia menambahkan tidak bisa memberikan jadwal waktu berakhirnya penyelidikan. "Kami akan mengikuti fakta-fakta kemanapun mereka mengarah."
Selain Comey, Direktur Badan Keamanan Nasional, NSA, Laksamana Mike Rogers juga memberikan keterangan kepada Komite Intelijen Kongres AS.
Baca: Rusia Bantah Berkomunikasi dengan Juru Kampanye Donald Trump
Dia mengatakan posisi NSA tetap sesuai dengan laporan komunitas intelijen pada bulan Januari bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, memerintahkan kampanye untuk mengganggu kampanye saingan Trump, Hillary Clinton.
Sebelumnya Ketua Komite Intelijen Kongres, Devin Nunes dari Republik, mengatakan dalam pertemuan itu bahwa panel yang dibentuknya tidak menemukan bukti keterkaitan antara Trump dengan Rusia dalam pilpres lalu.
Presiden Donald Trump juga berulang kali membantah tuduhan kolusi itu.
"Tidak ada bukti dari kolusi Trump-Rusia dan tidak ada bukti skandal Trump-Rusia," seperti ditegaskan dalam satu pernyataan resmi Gedung Putih.
Pemerintah Rusia sudah membantah mereka berupaya untuk mempengaruhi pemilihan presiden Amerika Serikat pada November 2016 lalu.
Dalam pertemuan itu, baik Comey dan Rogers sama-sama membantah kicauan Presiden Trump dalam akun Twitter awal bulan ini yang menyatakan mantan Presiden Barack Obama memerintahkan penyadapan atas Trump Tower.
Comey mengatakan tidak punya informasi yang mendukung pesan itu, begitu juga Departemen Kehakiman.
Dia menegaskan tidak ada individu di Amerika Serikat -termasuk presiden- yang bisa secara sepihak memerintahkan penyadapan elektronik atas seseorang namun harus mengajukannya untuk ditetapkan oleh keputusan pengadilan.
BBC | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI