TEMPO.CO, Jakarta- Alexander Perepilichnyy, pebisnis yang menjadi whistleblower atau pembongkar kasus Rusia diketahui sempat kontak dengan agen rahasia otoritas Inggris. Fakta itu sempat menimbulkan ketegangan antara kedua negara.
Perepilichnyy ditemukan tewas ketika tengah berolahraga lari di sekitar rumah mewahnya, di Weybridge, Inggris, pada 2012 lalu.
Baca: Perepilichnyy Sempat Memicu Ketegangan Rusia dan Inggris
Ia kala itu tengah dalam proses membantu sebuah investitigasi terkait dengan penyalahgunaan dana pajak hingga ratusan juta poundsterling bermoduskan pencucian uang yang melibatkan pemerintah Rusia.
Perepilichnyy ditemukan tergeletak di tengah jalanan gelap oleh seorang wanita di sekitar tempat tinggalnya. Empat hari setelah kematiannya, otoritas setempat mengumumkan penyebab tewasnya Perepilichnyy adalah normal akibat serangan jantung.
Namun, pihak kepolisian kemudian menerima informasi yang mengindikasikan adanya kemungkinan lain dalam kematian Perepilichnyy, sehingga membutuhkan investigasi lengkap.
Hasil otopsi Perepilichnyy yang dirilis Senin lalu menyatakan penyebab kematiannya adalah racun yang ada dalam sup di menu makan siangnya.
Baca: Pengusaha Rusia Tewas Diduga Karena Racun dalam Sup
Meskipun bukti sup itu telah dihilangkan, hasil otopsi itu berdasarkan jejak kimia yang berasal dari racun tumbuhan yang ditemukan di perutnya. Dalam review yang dilakukan sebelum otopsi terdapat kecurigaan bahwa bahan-bahan dalam sup yang dimakannya telah ditukar.
Perepilichnyy diketahui telah memakan semangkuk sup, makanan populer khas Rusia. Namun pada tes yang dilakukan tidak teridentidikasi detil konten herbal yang ada dalam perutnya.
Perwakilan dari perusahaan asuransi jiwa,Legal and General, Bob Moxone-Browne mengatakan bukti sup yang dimakan oleh Perepilichnyy dibuang tak lama setelah kematiannya. “Terdapat sejumlah bahan kimia yang didapatkan dari ronga perutnya,” kata Bob, seperti dilansir dari BBC News, Selasa, 14 Maret 2017.
Pada 2016 lalu, Kepala perusahaan investasi berbasis di London, Inggris, Hermitage Capital, Bill Browder pun mengirimkan surat kepada otoritas Rusia bahwa Perepilichnyy tengah bekerja sama dalam penyelidikan sebuah kejahatan besar berskala trans nasional.
“Kami katakan bahwa dia merupakan pria berusia 44 tahun yang sehat, yang kemudian tewas setelah menyerahkan sejumlah dokumen kepada kami,” katanya.
Menurut Bill, dokumen itu merupakan kunci yang dibutuhkan dalam investigasi kasus dugaan penyalahgunaan pajak terbesar dalam sejarah Rusia.
Bill menuduh pemerintah Rusia, bersama pihak kepolisian dan kelompok kriminal Rusia mengendalikan praktik pencucian ini yang menimbulkan kerugian hingga US$ 230 juta.
Bukti keras kasus ini ditemukan oleh Sergei Magnitsky, seorang pengacara yang bekerja di Hermitage. Namun, Sergei pun tewas ketika tengah ditahan di penjara Moskow, Rusia.
Sekretaris Kementerian Luar Negeri Inggris, William Hague meminta pihak Rusia untuk bertanggung jawab menjelaskan kematian Sergei dan mencegah hal seperti itu terulang kembali.
Adapun dokumen yang diserahkan oleh Perepilichnyy itu menunjukkan sejumlah nama tertuduh di otoritas Rusia yang melakukan transfer atau pemindahbukuan uang senilai 7 juta euro atau Rp 99,7 miliar kepada sebuah akun bank di Swiss dan menggunakan sebagian uang dari penyalahgunaan pajak itu untuk membeli sejumlah properti mewah.
“Kami telah memiliki bukti setidaknya ada 60 orang di Rusia yang diduga terlibat.”
Namun, pemerintah dan pihak kepolisian Rusia menutup rapat seluruh sistem dan data terkait hal tersebut. Sehingga, pencairan bukti dilakukan di luar Rusia.
Dokumen yang diberikan Perepilichnyy merupakan bukti penting dalam investigasi kasus pencucian uang yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan kejaksaan Swiss.
Pihak kejaksaan Swiss telah mengonfirmasi bahwa data yang diberikan oleh Perepilichnyy telah diterima dan mereka akan melanjutkan proses investigasi tersebut.
Juru bicara Perepilichnyy dalam persidangan tahun lalu juga mengungkapkan bahwa Perepilichnyy meninggalkan Rusia dan menetap di Inggris karena merasa hidupnya terancam.
BBC NEWS | GHOIDA RAHMAH