TEMPO.CO, Teheran—Otoritas Iran mengumumkan mendakwa sepasang suami istri karena menggelar pesta yang menghidangkan minuman keras alias miras di ibu kota Teheran.
Seperti dilansir RFERL, Senin 13 Maret 2017, jaksa Teheran, Abbas Jafari Dolatabadi mengatakan bahwa suami dan istri ini didakwa karena,”Menyediakan minuman beralkohol, dan merusak moral dengan menggelar pesta campur jenis kelamin.”
Baca: Balas Donald Trump, Iran Larang Pegulat AS Masuk
Jaksa Dolatabadi tidak menyebut nama pasangan ini, tapi Pusat Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Amerika Serikat (CHRI) mengatakan pasangan itu adalah warga Iran-Amerika Serikat, Karan Vafadari dan istrinya, Afarin Nayssari.
Pasangan ini memiliki galeri seni di Teheran dan kerap menggelar sejumlah pesta bagi pejabat maupun korps diplomatik, hingga mereka ditangkap pada 2016.
Dolatabadi mengatakan aparat menemukan 4.000 liter minuman beralkohol di ruang bawah tanah kediaman pasangan itu di Teheran.
Pasangan ini adalah bagian dari kelompok minoritas Zoroaster yang boleh mengkonsumsi minuman beralkohol, tetapi dilarang membagikannya kepada warga Muslim yang menajdi mayoritas penduduk Iran.
CHRI menuntut agar pasangan ini segera dibebaskan tanpa syarat.
“Penahanan tanpa bukti kesalahan yang jelas merupakan pelanggaran hukum,” demikian pernyataan CHRI pada 10 Maret lalu.
Selain Karan Vafadari dan istrinya, Afarin Nayssari, pasangan suami istri lain divonis hukuman mati karena menjalankan sebuah sekte terlarang yang melakukan ritual seks di Teheran.
Pasangan ini dinyatakan bersalah melakukan “korupsi di Dunia,” pasal yang diperkenalkan sejak Revolusi 1979. Jika terbukti bersalah, pelaku akan diganjar hukuman mati.
Meski Presiden Hassan Rouhani berhasil melakukan kesepakatan nuklir dengan negara-negara maju dunia, tetapi ia gagal mengendurkan pembatasan sosial yang dirasakan rakyat Iran.
Pada Januari, jaksa Teheran menyebut ada 70 “mata-mata,” sebagian besar warga dengan dua kewarganegaraan, yang dipenjara.
Pada Oktober lalu, konsultan bisnis warga Iran-Amerika Serikat Siamak Namazi dan ayahnya yang berusia 80 tahun, Baquer, bekas pejabat UNICEF , dihukum 10 tahun atas tuduhan menjadi mata-mata Amerika Serikat.
Menjelang pemilu pada Mei, Rouhani meluncurkan “Hak Warga Negara” pada Desember lalu. Tapi aturan ini tak diakui oleh aparat hukum yang didominasi kubu ultrakonservatif.
RFERL | MIDDLE EAST EYE | SITA PLANASARI AQUADINI