TEMPO.CO, Washington—Situs whistleblower WikiLeaks menuding badan intelijen Amerika Serikat, CIA, menggunakan sejenis virus untuk menyadap televisi pintar, telepon pintar, sistem operasi komputer Windows hingga aplikasi pembicaraan seperti WhatsApp dan Signal milik miliaran warga dunia.
Seperti dilansir The Washington Post, Rabu 8 Maret 2017, dokumen berkode Vault 7 yang dilansir WikiLeaks pada Selasa waktu setempat menyebut virus ini dapat digunakan untuk merekam suara, gambar dan percakapan pribadi pengguna, meskipun telah dilindungi enskripsi.
Baca: Wikileaks Bocorkan Dokumen Milik Badan Intelijen Jerman
Dalam kasus alat yang disebut “Weeping Angel,” WikiLeaks menulis bahwa pengguna televisi pintar merek Samsung akan mengira televisinya padam dengan mode “Fake-Off”. “Padahal ketika mereka mengira televisi padam, alat Weeping Angel tengah merekam pembicaraan di dalam ruangan.”
Unit khusus CIA yang bernama Cabang Peralatan Mobile juga memproduksi virus untuk mencuri informasi dari telepon buatan Apple, iPhones, serta Android buatan Google. Informasi ini sangat meresahkan karena menurut WikiLeaks, iPhone banyak digunakan oleh diplomat, politikus hingga pengusaha.
Baca: WikiLeaks Bocorkan Dokumen Rahasia Arab Saudi
WikiLeaks juga melaporkan bahwa CIA tengah berupaya untuk menyadap sistem kendaraan dan truk. Langkah ini dituding WikiLeaks bakal berbahaya karena memungkinkan CIA, “melakukan pembunuhan tanpa terdekteksi.”
CIA berdalih langkah-langkah fantastis ini dilakukan untuk memerangi kelompok teror seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang kerap menggunakan aplikasi terenskripsi seperti Telegram.
Namun hal ini dikritik oleh kelompok peretas. “Argumen bahwa teroris menggunakan televisi pintar Samsung, sangat-sangat aneh. Televisi jenis ini justru digunakan oleh ribuan warga Amerika Serikat,” kata Alex Rice, kepala teknologi Hacker One, perusahaan start-up that yang mendaftar peretas untuk menguji keamanan perusahaan atau perusahaan.
WikiLeaks masih menunda bocoran 8.761 dokumen lain terkait penyadapan CIA, hingga ada konsesus terkait program ini.
Namun data ini berbeda dengan data bekas kontraktor Badan Keamanan Dunia (NSA) Edward Snowden. Saat itu Snowden menunjukkan bahwa terjadi penyadapan besar-besaran terhadap sistem komunikasi berbasis internet.
Sedangkan dalam kasus ini, WikiLeaks membocorkan dugaan penyadapan CIA terhadap peralatan elektronik individu.
“Ini adalah kejutan besar,” ujar Jake Williams, pendiri Rendition Infosec, perusahaan keamanan siber. “Dokumen ini mengungkap alat sejenis virus yang jauh lebih berbahaya dibandung kasus NSA.”
Jika tuduhan ini benar, ketegangan antara pemerintah dengan perusahaan teknologi papan atas seperti Google, Microsoft, Facebook, dan Yahoo akan kembali terulang pasca-Snowden.
Tahun lalu, Apple didukung perusahaan teknologi melawan permintaan FBI untuk membuka iPhone milik pelaku serangan San Bernardino.
Setelah Apple menolak, FBI pun berhasil membuka rekaman telepon melalui pihak ketiga yang tidak disebutkan. Akibatnya, keamanan iPhone terancam.
THE WASHINGTON POST | NBC NEWS | SITA PLANASARI AQUADINI