TEMPO.CO, Tripoli - Seorang perawat Filipina, yang ditahan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Sirte, Libya, Senin, 27 Februari 2017, dan koleganya mengaku dipaksa mengobati dan memberikan pelatihan medis kepada mereka.
ISIS menguasai Sirte sepenuhnya pada awal 2015. Selanjutnya mengubahnya menjadi pusat pertahanan kokoh di Afrika Utara dan menawan puluhan warga negara asing di kota itu, termasuk staf medis asal Filipina.
"Ketika mereka mengetahui kami muslim, mereka membebaskan kami, tapi di bawah pengawasan ketat dan kami harus bekerja sebagai perawat di rumah sakit mereka serta memberikan pelatihan keperawatan," kata perawat yang tak bersedia disebutkan namanya itu kepada wartawan di ibu kota Libya, Tripoli.
"Itu adalah sebuah peristiwa mengerikan. Setiap hari, hidup kami diliputi ketakutan. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan. Mereka mengancam membunuh kami jika kami meninggalkan Sirte."
Staf kesehatan Filipina bekerja di rumah sakit utama di Sirte yang digunakan ISIS untuk mengobati militan yang terluka hingga mereka terusir keluar dari Sirte Tengah pada Agustus 2016.
Militan ISIS itu selanjutnya mundur menuju pos pertahanan terakhir di dekat pinggiran laut Sirte untuk mengambil peralatan medis dan menangkapi warga asing.
ISIS dipukul mundur di Sirte pada awal Desember 2016 setelah berperang selama tujuh bulan. Staf medis Filipina dan warga asing lain dibebaskan dari kota itu setelah perang berakhir.
SOUTH CHINA MORNING POST | CHOIRUL AMINUDDIN