TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memprotes Malaysia karena belum juga membuka akses kekonsuleran bagi Siti Aisyah, tersangka pembunuhan Kim Jong-nam, abang tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-nam.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Christiawan Nasir menegaskan, aturan pemberian akses konsuler tercantum jelas pada Konvensi Wina tahun 1963. Pasal 36 ayat 1 huruf b Konvensi Wina 1963 menyatakan bahwa negara yang menahan seseorang, setelah menerima permohonan akses konsuler, harus memberikannya tanpa penundaan (without delay).
Berita terkait: Malaysia Pastikan Identitas Siti Aisyah dan Kim Jong-nam
”Negara yang menahan wajib memberi informasi kepada negara yang warga negaranya ditahan. Jelas ada kata-kata ’without delay’ dalam konvensi Wina. Kami mendesak akses tersebut untuk memastikan identitas di paspor. Setelah itu kami mengambil langkah melindungi WNI," kata Armanatha kepada wartawan, 23 Februari 2017.
Duta Besar Malaysia di Jakarta Zahrain Mohamed Hashim menjelaskan, Malaysia tidak mengabaikan permintaan Indonesia terkait akses kekonsuleran. ”Kami merespons, dan kami setuju. Namun, dalam prosedur hukum kami, selama penyelidikan seorang suspect belum bisa ditemui,” ujar Zahrain kepada wartawan di kantornya, Kamis, 23 Februari 2017.
Berita terkait: Kim Jong-nam Tewas Terkena Racun Mematikan, VX
Kepolisian Malaysia memastikan Siti Aisyah diperiksa sesuai proses hukum di Malaysia. Polisi belum berkesimpulan adanya keterkaitan Siti dengan tewasnya Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Joung-un, pemimpin Korea Utara. ”Dia masih suspect (tersangka), bukan sudah konklusi (disimpulkan) terlibat,” ujar Zahrain.
Zahrain mengatakan, pemeriksaan Siti tak ubahnya pemeriksaan tersangka kasus kriminal lainnya. ”Tak ada perbedaan. Kami menghormati keputusan polisi melakukan investigasi," ujar dia. Polisi menahan dan memperpanjang masa penahanan Siti selama 14 hari hingga Rabu depan.
YOHANES PASKALIS |ANTARA