TEMPO.CO, Moskow - Presiden Rusia, Vladimir Putin menandatangani Undang-undang tentang dekriminalisasi kekerasan dalam rumah tangga. Undang-undang ini dianggap akan berdampak buruk bagi perempuan dan anak-anak di negara itu.
Undang-undang ini mendapat persetujuan dengan mudah di parlemen dan pemerintah, tapi mendapat penolakan dari para aktivis yang melindungi hak-hak perempuan dan anak.
Baca juga:
Putin Perintahkan Angkatan Udara Rusia Siaga Perang
Para kritikus mengatakan digolkannya UU itu sebagai langkah mundur yang akan membebaskan tirani terjadi dalam rumah dan mencegah korban untuk melaporkan tindakan kekerasan.
Seperti yang dilansir Daily Mail pada 8 Februari 2017, mengutip data Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 2010, tiap tahun sekitar 14.000 perempuan meninggal di tangan suami atau kerabat lainnya di Rusia.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang dianggap endemik di Rusia dan sangat berdampak pada perempuan. Sekitar 74 persen korban kekerasan dalam rumah tangga di Rusia dialami perempuan. Laporan pemerintah tahun 2013 menyebutkan, 91 persen insiden kekerasan rumah tangga dilakukan suami terhadap istrinya.
Sebuah studi pada 2003 oleh Amnesty International menemukan bahwa 36.000 wanita dipukuli oleh suami mereka setiap hari di Rusia. Data pemerintah dari tahun 2008 menunjukkan bahwa ribuan perempuan meninggal setiap tahun di tangan pasangan mereka atau anggota keluarga lainnya.
Meski diberi judul dekriminalisasi kekerasan dalam rumah tangga, namun UU ini tetap mengatur jerat pidana bagi kekerasan dalam rumah tangga yang menyebabkan cedera ringan seperti luka gores yang kecil dan memar. Hanya saja sanksinya dianggap ringan karena pelaku cukup dikenai denda US$ 500 (Rp 6,6 juta) dan kurungan masksimal 15 hari. Di undang-undang sebelumnya, pelanggaran serupa diganjar dengan hukuman hingga dua tahun penjara.
Undang-undang baru itu diusulkan oleh anggota parlemen ultra-konservatif, Yelena Mizulina, yang juga berhasil melobi untuk meloloskan undang-undang yang melarang "propaganda gay" di tahun 2013.
Mizulina berpendapat mendekriminalisasi kekerasan dalam rumah tangga dengan alasan agar orang tua di Rusia memiliki hak untuk memukul anak-anak mereka. Pukulan ini dianggap sebagai cara mendisiplinkan anak-anak .
Adapun untuk pelaku kekerasan yang menimbulkan cedera fisik yang serius, UU baru ini tetap mempidanakan pelakunya.
TIME|DAILY MAIL|YON DEMA