TEMPO.CO, Washington—Pengacara pemerintah Amerika Serikat meminta majelis hakim pengadilan banding untuk mengabaikan pernyataan Presiden Donald Trump dan penasihatnya soal melarang umat Muslim masuk Amerika Serikat.
Seperti dilansir Yahoo News, Rabu 8 Februari 2017, pernyataan August Flentje, pengacara dari Kementerian Hukum Amerika Serikat ini dilontarkan dalam sidang permohonan banding pemerintah federal atas pembekuan larangan sementara bagi warga dan pengungsi dari tujuh negara mayoritas Muslim di 9th U.S. Circuit Court of Appeals.
Baca: Petisi untuk Memakzulkan Donald Trump Tembus 650 Ribu Suara
“Evaluasi hakim sebaiknya hanya berdasarkan perintah eksekutif presiden dan bukan berdasar artikel di media,” kata Flentje dalam sidang pada Selasa petang waktu setempat.
Permintaan itu diajukan Flentje karena pengacara dari Washington and Minnesota, dua Negara Bagian yang menggugat perintah eksekutif Trump, mendasarkan argumennya pada pernyataan pria berusia 70 tahun itu.
Selain menegaskan, “Akan menghalangi Muslim masuk AS,” Trump juga sempat mengungkap ide Presiden Franklin D. Roosevelt yang memasukkan warga Amerika Serikat keturunan Jepang ke dalam kamp di era Perang Dunia II.
Pengacara kedua negara bagian juga menyebut pernyataan penasihat Trump, Rudy Giuliani, dalam wawancara dengan Fox News yang menegaskan bahwa sang presiden memang menginginkan larangan terhadap warga beragama Muslim.
Adapun perintah eksekutif yang dikeluarkan pada 27 Januari lalu merupakan jawaban dari permintaan Trump.
Hakim Richard Clifton, satu dari tiga hakim dalam sidang itu, seperti dikutip CBS News, menjawab permintaan Flentje, “Meski pernyataan tersebut tidak ada dalam perintah eksekutif, tetapi bisa menjadi pertimbangan hukum.”
Flentje kemudian mengingatkan bahwa hakim yang membekukan perintah Trump, James Robart, dalam putusannya menyatakan tidak mempertimbangkan pernyataan Trump saat masih menjadi kandidat presiden.
Adapun hakim Clifton juga meminta pengacara Washington dan Minnesota, Noah Purcell, untuk membuktikan bahwa larangan ini semata-mata berdasar agama, sebuah pelanggaran terhadap Kontitusi AS.
“Yang Mulia, presiden sejak awal sudah menegaskan bahwa ini adalah larangan terhadap seluruh Muslim,” ujar Purcell dalam sidang tersebut.
Setelah sidang selama satu jam, majelis hakim pengadilan banding ini menyatakan akan mengeluarkan keputusan, apakah tetap membekukan larangan antimuslim Trump. Atau justru mengizinkan untuk diberlakukan kembali.
Larangan yang diteken Trump sepekan setelah ia dilantik berisi larangan terhadap warga dari Irak, Suriah, Iran, Libya, Somalia dan Sudan untuk masuk ke AS selama 90 hari sejak aturan ditetapkan. Aturan ini juga melarang sementara pengungsi selama 120 hari, tetapi pengungsi dari Suriah akan dilarang masuk AS untuk selamanya.
Trump berdalih aturan ini dibuat demi keamanan negara dari ancaman teroris.
Namun perintah ini mendapat tentangan dari warga Amerika Serikat. Unjuk rasa ribuan orang berlangsung di sejumlah bandara di seluruh AS, tempat ratusan warga dari negara yang ada dalam perintah, ditahan dan dideportasi.
Kementerian Luar Negeri AS mengakui sedikitnya 60 ribu orang dengan visa AS dari tujuh negara itu terdampak larangan tersebut. Larangan ini kemudian dibekukan oleh Hakim Robart pada 3 Februari lalu.
REUTERS | YAHOO NEWS | CBS NEWS | SITA PLANASARI AQUADINI