TEMPO.CO, Brussels - Uni Eropa telah menghubungi tim Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump untuk memberi penjelasan mengenai kesepakatan nuklir Iran, yang disebut akan ditinggalkan Amerika Serikat saat ia dilantik, Jumat pekan ini.
Seperti dilansir The Times of Israel, Rabu, 18 Januari 2017, pernyataan ini dilontarkan seorang diplomat Uni Eropa yang enggan disebutkan namanya pada Selasa lalu. “Penjelasan ini diharapkan dapat membuka wawasan pemerintahan baru Amerika Serikat tentang manfaat kesepakatan nuklir Iran,” demikian kata sang diplomat.
Baca: Kesal, Trump Silakan Cina Simpan Drone yang Disita
Sehari sebelumnya, Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini menegaskan akan mempertahankan kesepakatan tersebut, yang ia bantu mediasi, karena menunjukkan bahwa diplomasi dapat berjalan dengan sukses.
Trump, yang akan mulai resmi menjabat sebagai presiden pada 20 Januari 2017, menyebut perjanjian nuklir 2015 itu sebagai "kesepakatan paling buruk yang pernah dirundingkan". Trump mengancam akan membatalkannya atau mengupayakan kesepakatan yang lebih baik.
Helga Schmid, Sekretaris Jenderal Badan Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa di Brussels, menyebut Trump salah paham jika mengira bisa merundingkan kembali perjanjian. “Itu tidak bisa dilakukan," kata Schmid.
Baca: Rusia Diduga Meretas Pemilu AS, Obama Siapkan Tindakan
Pernyataan Schmid itu mengacu pada kesepakatan nuklir yang diperantarai Uni Eropa antara Iran, Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Inggris, Rusia, dan Cina.
"Kesepakatan itu merupakan perjanjian antara banyak negara, yang tidak bisa dirundingkan kembali secara bilateral," ujarnya.
Schmid juga mengingatkan bahwa kesepakatan juga telah didukung oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa.
Perjanjian 2015 menetapkan bahwa sejumlah sanksi terhadap Iran dicabut sebagai imbalan atas kesediaan Teheran mengekang program nuklir.
Meski kerap bersitegang, Uni Eropa mengatakan pihaknya sangat setuju dengan Cina dan Rusia bahwa kesepakatan nuklir Iran harus terus dijaga.
Kesepakatan juga bisa membuka pasar Iran setelah selama beberapa dekade hidup di bawah berbagai sanksi. Kemungkinan terkait masa depan pasar yang lebih terbuka disambut hangat, baik oleh perusahaan-perusahaan Iran maupun asing.
Iran juga telah mengatakan negara itu tidak akan merundingkan kembali kesepakatan setelah calon Menteri Luar Negeri, Rex Tillerson, mengatakan akan mengajukan "penilaian kembali secara penuh" tentang kesepakatan tersebut.
REUTERS | THE TIMES OF ISRAEL | SITA PLANASARI AQUADINI