TEMPO.CO, Aleppo - Sebanyak 3.000 warga sipil dievakuasi dari Aleppo timur di bawah kendali pemerintah Suriah pada Kamis, 15 Desember 2016, waktu setempat. Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menyatakan kesepakatan ini diambil setelah rencana evakuasi sehari sebelumnya batal karena bentrokan.
Meski begitu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingatkan, hampir 50 ribu orang masih berada di kota yang dinilai penting dan dikuasai kelompok militan itu. Evakuasi tersebut menggunakan puluhan mobil ambulans dan bus untuk menyeberang ke sebuah distrik yang dikuasai pemerintah di Aleppo selatan.
Sebelumnya, para pengungsi selama berjam-jam berkumpul di Al-Amiriyah, distrik di Aleppo selatan. Kantor berita AFP, seperti dilansir Al Jazeera, melaporkan, ribuan orang berkumpul, mengisi kursi bus, bahkan duduk di lantai, mengaku khawatir jika tidak akan ada kesempatan lain untuk melepaskan diri dari wilayah itu.
Ibrahim Abu Allaith, perwakilan Pertahanan Sipil Suriah, kelompok milisi yang menjadi loyalis Presiden Suriah Bashar al-Assad, menyatakan satu orang tewas dan empat lain terluka dalam evakuasi tahap pertama. Evakuasi pertama dipimpin kendaraan Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah Suriah, diikuti ambulans dan bus.
Kepala ICRC Marianne Gasser menuturkan proses evakuasi bisa memakan waktu beberapa hari. "Tepatnya, sampai menit terakhir, belum ada titik terang, apakah kami akan masuk Aleppo timur," ucap Gasser dalam sebuah pernyataan.
Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, mengatakan sekitar 10 ribu orang, termasuk pejuang milisi, kemungkinan besar akan dievakuasi ke Idlib. "Ada sekitar 50 ribu orang, termasuk 40 ribu warga sipil, yang akan pergi ke Aleppo barat," ujar De Mistura.
Sementara itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuturkan telah membahas situasi di Aleppo bersama Rusia dan Amerika Serikat. Ia juga berbicara dengan Kanselir Jerman Angela Merkel melalui sambungan telepon untuk membahas bantuan kepada orang-orang di Suriah utara.
AL JAZEERA | ARKHELAUS W.