TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Sejumlah pengungsi dari etnis Rohingya yang ditampung di Malaysia berharap bakal diberi pekerjaan dan pendidikan. Mereka menuntut hal tersebut menyusul dukungan terhadap Rohingya yang diberikan pemimpin Malaysia, Perdana Menteri Najib Razak.
Ketua Perhimpunan Masyarakat Rohingya di Malaysia, Faisal Islam Muhammad Kassim, mengatakan mereka yang mencari pekerjaan sering bekerja secara ilegal di industri, seperti konstruksi. Para pengungsi itu memperoleh penghasilan sekitar US$ 250 (sekitar Rp 3,3 juta) per bulan. Gaji sebesar itu tidak cukup untuk bertahan hidup di Malaysia.
"Pemerintah Malaysia dapat melakukan sesuatu yang lebih baik bagi warga Rohingya, dan jika pemerintah memberikan kesempatan bekerja secara legal, akan lebih baik bagi mereka," katanya seperti yang dilansir Channel News Asia pada 8 Desember 2016.
Faisal, yang melarikan diri dari Myanmar pada 2012, juga memohon Malaysia memberikan anak-anak Rohingya akses ke sekolah-sekolah pemerintah. Saat ini, mereka dididik di sekolah-sekolah yang dijalankan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ribuan warga Rohingya telah melarikan diri ke Malaysia dan beberapa di antaranya sudah tinggal di negara itu selama beberapa dekade setelah memasuki secara ilegal melalui laut atau darat. Terdapat sekitar 56 ribu warga Rohingya yang terdaftar pada Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) Malaysia setelah melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar. Jumlah itu belum termasuk sekitar 35 ribu lain yang belum mendapat status pengungsi dari UNHCR. Malaysia sebenarnya bukan negara yang menandatangani Konvensi Status Pengungsi 1951 dan Protokol Status Pengungsi 1967. Karena itu, mereka tidak menerima pencari suaka dan pengungsi.
CHANNEL NEWS ASIA | YON DEMA