TEMPO.CO, Nay Pyi Taw - Indonesia menyampaikan keprihatinan atas situasi di negara bagian Rakhine, Myanmar. Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi saat bertemu dengan Penasehat Negara Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi di Nay Pyi Taw, Selasa malam, 6 Desember 2016.
"Saya kembali menyampaikan keprihatinan Indonesia kepada State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi terhadap situasi di Rakhine State,” kata Menlu Retno usai bertemu Suu Kyi seperti disampaikan dalam rilis Kementerian Luar Negeri yang diterima Tempo.
Tak hanya prihatin, Indonesia juga menyampaikan rencana untuk membantu pembangunan fasilitas kesehatan di atas lahan seluas sekitar 4.000 meter di negara bagian yang banyak ditinggali umat muslim tersebut.
Masyarakat Indonesia telah memberikan bantuan pembangunan dua sekolah di wilayah Rakhine. Pembangunan ini telah rampung sehingga total bantuan Indonesia telah diberikan bagi enam sekolah di wilayah tersebut.
Suu Kyi, yang juga Menteri Luar Negeri Myanmar, menyampaikan apresiasi atas dukungan Indonesia atas pembangunan di Rakhine. Termasuk bantuan kemanusiaan dari Indonesia yang telah masuk ke Rakhine, pasca insiden 9 Oktober 2016 lalu.
Situasi di Rakhine memburuk pasca serangan di pos polisi perbatasan Myanmar. Setelah itu, operasi militer untuk mencari pelaku serangan menyebabkan puluhan ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
“Pemerintah Myanmar telah membuka pintu bagi bantuan kemanusiaan dari Indonesia, sehingga memugkinkan bantuan dari PKPU (Pos Kemanusiaan Peduli Umat) untuk sampai di Rakhine,” kata Menlu Retno.
Kedua menlu perempuan itu juga membahas secara situasi dan perkembangan yang terjadi di Rakhine secara terbuka. Kepada Suu Kyi, Retno menyampaikan gagasan soal pentingnya keamanan dan stabilitas untuk meneruskan pembangunan yang inklusif, atau pembangunan yang melibatkan semua pihak di Rakhine.
Retno juga menyampaikan harapannya agar Pemerintah Myanmar tetap menjunjungi tinggi penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia semua masyarakat di Rakhine State, termasuk minoritas Muslim khususnya dalam upaya pemulihan stabilitas.
“Masalah inklusivitas, dimana semua masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama, menjadi kunci dari penyelesaian situasi di Rakhine,” kata Menlu RI.
Hal ini langsung mendapat respons positif dari Suu Kyi, yang secara de facto merupakan pemimpin Myanmar saat ini. Dia sepakat dengan Menlu RI soal pentingnya pembangunan yang inklusif.
Selain itu, sebagai upaya untuk meningkatkan toleransi dan harmoni masyarakat di Rakhine State, Indonesia dan Myanmar sepakat untuk meningkatkan kerja sama dialog antar agama atau interfaith dialogue.
Indonesia juga akan meneruskan bantuan kapasitas kepada Myanmar di bidang good governance, demokrasi dan HAM. Selain itu, Indonesia akan terus melakukan berhubungan secara intensif, baik dengan Pemerintah Myanmar, Komisi yang dipimpin oleh Kofi Annan serta pihak-pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap situasi Rakhine State.
NATALIA SANTI