TEMPO.CO, Yangoon - Pemerintah Myanmar pada Selasa, 6 Desember 2016, resmi menghentikan pengiriman tenaga kerjanya ke Malaysia. Hal ini dilakukan menyusul semakin tegangnya hubungan kedua negara seiring dengan tindakan keras berdarah oleh militer terhadap etnis Rohingya di negara mayoritas Buddha itu.
Langkah itu diambil setelah Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak mengkritik pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, karena seolah menutup mata terhadap “penghapusan ras” di dalam pemerintahannya. Selain itu, unjuk rasa besar-besaran terjadi di Malaysia untuk memprotes perlakuan militer Myanmar kepada etnis Rohingya.
Demonstran memprotes tindakan keras militer di negeri barat Myanmar di Rakhine, yang menyebabkan lebih dari 20 ribu warga muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Selain itu, seorang menteri kabinet di dalam pemerintah Malaysia mendesak revisi keanggotaan Myanmar dalam blok regional ASEAN.
Pemerintah Myanmar membantah tuduhan pelecehan dan Suu Kyi meminta masyarakat internasional berhenti menyebarkan api kebencian. Selasa siang, 6 Desember 2016, Departemen Imigrasi Myanmar berhenti mengeluarkan lisensi baru buat warganya untuk bekerja di Malaysia, yang selama bertahun-tahun menjadi tujuan utama buruh migran.
"Myanmar menghentikan pengiriman tenaga kerja ke Malaysia mulai 6 Desember karena situasi terkini di Malaysia," kata pejabat Departemen Imigrasi Myanmar dalam sebuah pernyataan tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Baca Juga:
Malaysia menempatkan puluhan ribu pekerja Myanmar, kebanyakan menjadi buruh pabrik atau industri makanan dan perhotelan. Menurut Malaysia, sekitar 56 ribu warga Rohingya tiba di pantai Malaysia sejak beberapa tahun terakhir.
STAR ONLINE | CHANNEL NEWS ASIA | YON DEMA