TEMPO.CO, London - Pasukan pemerintah Suriah berhasil merebut lebih banyak distrik dari pemberontak di Aleppo timur. Dengan demikian pasukan pemerintah telah merebut kembali lebih dari 70 persen wilayah yang dikuasai pemberontak.
"Pasukan pemerintah mengambil kontrol penuh atas distrik Shaar, Dahret Awad, Juret Awad, Karam al-Beik, dan Karam al-Jabal," kata Kepala Pengamat Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris, Rami Abdel Rahman, seperti dilansir BBC, Selasa 6 Desember 2016.
Lembaga ini yakin lebih dari 100 ribu orang terperangkap di distrik yang masih di bawah kendali pemberontak, dengan persediaan makanan sudah habis, dan tidak ada rumah sakit yang berfungsi. "Rezim makin menyudutkan pemberontak," ujar Rami Abdel.
Kantor berita Suriah, Sana, juga melaporkan kemajuan serangan militer Suriah. Sana menyebutkan, tentara pemerintah telah menimbulkan kerugian besar bagi pemberontak, yang mereka gambarkan sebagai teroris.
Dalam perkembangan lain, Rusia menuduh Amerika Serikat berusaha mengulur waktu untuk pemberontak di Aleppo. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, mengatakan AS telah membatalkan pembicaraan yang dijadwalkan Rabu 7 Desember 2016 dengan fokus pembicaraan pada kemungkinan penarikan pemberontak.
"Seperti ada upaya untuk mengulur waktu untuk pemberontak, agar bisa bernafas, mengambil jeda dan mengisi kembali cadangan mereka," kata dia.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry menolak tudingan bahwa mereka mengulur pembicaraan. "Saya tidak mengetahui adanya penolakan tertentu," ucap dia di sela pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri NATO di Brussels.
Rusia adalah sekutu utama Presiden Suriah Bashar al-Assad dan telah melakukan serangan udara terhadap pemberontak sejak September 2015. Rusia dan Cina memveto rancangan resolusi di Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata tujuh hari di Aleppo, Senin 5 Desember 2016.
Veto ini merupakan keenam kalinya dalam kurun lima tahun Rusia telah menggunakan hak vetonya untuk menghalangi rancangan resolusi terhadap Suriah.
BBC | DIKO OKTARA