TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi berangkat ke Naypyidaw, ibu kota Myanmar, pada Selasa pagi, 6 Desember 2016. “Saya akan bertemu dengan Daw Aung San Suu Kyi, State Counselor Myanmar, untuk membahas perkembangan di Rakhine State,” kata Retno sebelum berangkat, seperti disampaikan Kementerian Luar Negeri.
Rencananya, Retno bertemu dengan pemimpin gerakan demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, pada Selasa malam, 6 Desember 2016. Pertemuan itu merupakan rangkaian upaya intensif yang dilakukan diplomasi Indonesia dalam membantu penyelesaian masalah di Rakhine.
Baca:
Ditemukan, Kedutaan AS yang Palsu Beroperasi di Ghana
Madonna Kecewa Wanita AS Pilih Trump, Ini Kritik Pedasnya
Retno juga telah melakukan pembicaraan lewat telepon dengan mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Koffi Annan, pada Sabtu, 3 Desember. Koffi Annan kini menjabat Ketua Komisi Penasihat Penyelesaian Masalah di negara bagian Rakhine.
Retno menjelaskan, mesin diplomasi Indonesia tidak pernah berhenti bekerja, mencermati memburuknya situasi keamanan dan jatuhnya korban di Rakhine setelah penyerangan 9 Oktober 2016. Komunikasi intensif dilakukan dengan pemerintah Myanmar, baik dengan Naypyidaw maupun melalui Duta Besar Myanmar di Jakarta.
Duta Besar RI untuk Myanmar merupakan satu dari tujuh duta besar asing dan satu-satunya duta besar ASEAN yang telah melakukan kunjungan ke Rakhine State pada 3-6 November 2016 untuk melihat situasi dan mendapat informasi langsung di lapangan.
Menteri Retno dan wakilnya menjalin komunikasi dengan organisasi masyarakat, terutama ormas Islam di Indonesia, untuk meminta saran. Komunikasi juga dia lakukan dengan berbagai LSM internasional.
“Pertemuan dengan State Counsellor Myanmar diharapkan akan membawa perbaikan situasi kemanusiaan dan stabilitas bagi semua komunitas, khususnya komunitas muslim di Rakhine State," ujar Retno.
Rohingya mendapat perhatian internasional setelah lebih dari 300 orang tewas dan ratusan ribu orang terluka setelah seorang wanita Buddha diperkosa dan dibunuh di negara bagian Rakhine pada Juli 2012. Pemerintah Myanmar sendiri enggan menggunakan kata Rohingya, melainkan mengklaim mereka sebagai kaum Bengali dari Bangladesh.
REZKI ALVIONITASARI | YON DEMA