TEMPO.CO, Beirut - Libanon membangun tembok di dekat kamp pengungsian warga Palestina dengan tujuan mencegah kelompok radikal menyusup ke dalam kamp itu.
"Pembangunan tembok dimulai beberapa waktu lalu dan bertujuan untuk menghentikan infiltrasi teroris di dalam Ain al-Hilweh. Tembok ini dibuat untuk keamanan setelah penangkapan teroris yang berlindung di pengungsian," kata militer setempat kepada AFP seperti dikutip dari Alarabiya.net, Selasa, 22 November 2016.
Kamp Ain al-Hilweh adalah tempat pengungsian terbesar Palestina di Libanon dan ditempati 80 ribu pengungsi. Rencananya, tembok ini akan dibangun setinggi 4-5 meter dan diselesaikan dalam 15 bulan ke depan.
Pada September 2016, pasukan keamanan Libanon menangkap seorang pengungsi Palestina yang dicurigai terkait dengan kelompok teroris ISIS, yang berlindung di kamp tersebut.
Baca:
Minta Maaf, Gereja Katolik Akui Terlibat Genosida di Rwanda
1 Juta Orang di Suriah Hidup di Bawah Kepungan Pemberontak
Kepala Pasukan Keamanan Palestina di Libanon, Mayor Jenderal Mounir al-Maqdah, mengkritik pembangunan tembok tersebut. Menurut dia, pembangunan tembok akan membuat tekanan psikologis bagi pengungsi Palestina. "Kami tidak membutuhkan tembok pemisah dan menara pengawas jika pemerintah Libanon menemukan solusi atas kehadiran pengungsi Palestina di Libanon tahun lalu," ujarnya.
Militer Libanon menyangkal tudingan pembangunan tembok bertujuan untuk memisahkan Libanon dengan kamp pengungsian. Menurut mereka, tembok itu bertujuan memberikan perlindungan bagi para pengungsi.
Sebelumnya, pelaksana tugas Duta Besar Libanon untuk Indonesia, Joanna-Maria Azzi, mengatakan tantangan utama Libanon saat ini di antaranya memerangi terorisme dan menangani pengungsi. "Memerangi ISIS, musuh bersama Indonesia juga dan seluruh dunia. Menurut saya, musuh peradaban, musuh toleransi, musuh pluralisme," tutur Azzi saat wawancara dengan Tempo di rumahnya, Senin, 21 November.
Azzi melanjutkan, Presiden Libanon Michel Aoun pada pidato pelantikannya telah menyatakan akan mengobarkan kebijakan preventif, mengantisipasi serangan ISIS, memerangi ISIS sebelum menyerang, dan mengeliminasi dukungan ISIS di Libanon. Selain itu, kata Azzi, pengungsi menjadi tantangan besar bagi Libanon. Ada 1,5 juta pengungsi Suriah dan lebih dari 500 ribu pengungsi Palestina di Libanon.
"Anda bayangkan di negara berpenduduk empat juta ada sedemikian banyak pengungsi. Jadi sebagian besar penduduk Libanon adalah pengungsi, dan tentu saja tidak bisa terus seperti ini," ujar Azzi.
Keberadaan pengungsi di Libanon, Azzi melanjutkan, telah menguras sumber daya negara itu. Bantuan komunitas internasional juga tidak mencukupi, sehingga Presiden Aoun mengupayakan agar para pengungsi kembali ke negerinya.
"Kami menerima mereka karena alasan kemanusiaan, tapi mereka harus pulang ke negaranya. Selain itu, akibat yang terjadi di sekitar kami, ekonomi kami melamban," Azzi menegaskan.
AL ARABIYAH | DWI HERLAMBANG ADE | MR