TEMPO.CO, Lima - Presiden Amerika Serikat Barack Obama tidak dapat menutupi kekhawatirannya mengenai masa depan Amerika Serikat setelah jabatannya sebagai presiden berakhir. Obama menegaskan, jika Presiden AS terpilih, Donald Trump, “ke luar jalur” satu saat, dia akan turut angkat bicara sebagai warga sipil.
“Saya ingin menghormati pemerintah dan memberikan kesempatan bagi Trump untuk mengemukakan visi dan argumennya tanpa menyinggung siapa pun,” kata Obama dalam Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Lima, Peru, seperti dikutip dari BBC pada Senin, 21 November 2016.
Baca:
Obama Bela Trump di KTT APEC: Beri Kesempatan pada Presiden
Bertemu di APEC, Obama dan Putin Bahas Konflik Suriah
Biasanya, mantan presiden di Amerika akan menghindari keributan politik dan tidak mengomentari penerusnya. Namun, mengingat rekam jejak Trump dari awal pemilihan sampai dia terpilih yang menuai banyak kontroversi, Obama memilih turut menjaga nilai-nilai yang dipegang AS sebagai “warga negara yang sangat peduli kepada negaranya”.
“Pekerjaannya tidak mudah. Dia (Trump) punya banyak agenda, dan seorang mantan presiden tidak perlu membuatnya lebih sulit. Para presiden sebelumnya bersikap lain, tapi ini keputusan saya,” ujar Obama.
Dalam konferensi pers menjelang penutupan KTT APEC di Lima, Peru, pada Minggu, 20 November 2016, Obama menegaskan kembali bahwa dia akan menyikapi pemerintah Trump mendatang, seperti ketika pendahulunya, George Bush, memperlakukan timnya delapan tahun lalu dengan sopan santun.
Kala itu, Bush menahan diri untuk mengomentari Obama. “Saya pikir tidak ada gunanya,” tutur Bush kepada CNN pada 2013 setelah Obama memenangi pemilu keduanya.
Pernyataan Obama itu membuat sejumlah pihak khawatir. Kekhawatiran ini juga didukung penunjukan Steve Bannon, mantan pemilik media Breitbart yang dituding menyuarakan rasisme dan antisemit, masuk dalam pemerintah Trump.
BBC | BRIAN HIKARI | MR