TEMPO.CO, Yangon - Kepala Eleven Media Group Than Htut Aung dan Pemimpin Redaksi Daily Eleven Wi Phyo menyerahkan diri ke kantor polisi Yangon Distrik Timur, Myanmar, sehari setelah mereka tidak memenuhi panggilan untuk interogasi. Hal ini menyebabkan polisi mengeluarkan surat penahanan.
“Ketika kami mencari mereka untuk keperluan investigasi, dua orang ini datang ke kantor kami pada pukul 1 waktu setempat,” kata Myint Htwe, Kepala Kepolisian Yangon Distrik Timur. “Sekarang kami mengirim mereka ke kantor polisi Tamwe,” mengacu pada sebuah kota kecil di Yangon tenggara, Pazundaung.
Awal minggu ini, Than Htut Aung mengedarkan sebuah tulisan di Daily Eleven mengenai pejabat pemerintah yang menerima suap berupa jam tangan mewah senilai US$ 100,000 atau sekitar Rp 1,3 miliar dari seorang gembong narkoba yang tidak disebutkan namanya. Gembong tersebut, yang beberapa waktu lalu baru dilepas dari penjara, memenangi sebuah tender dari pemerintah untuk membuat proyek angkutan kota.
Dari informasi yang diberikan dalam tulisan, sangat jelas bahwa pejabat yang dimaksud adalah Phyo Min Thein, Kepala Menteri untuk Yangon.
Baca:
Donald Trump Segera Deportasi 3 Juta Imigran Ilegal dari AS
Gempa 7,8 Skala Richter Guncang Selandia Baru, Dua Tewas
Eleven Media Group yang mengunggah secara lebih detail di akun Facebook mengatakan informasinya berasal dari dua pebisnis yang menolak memberikan identitasnya. Akhirnya, Than Htut Aung dan Wai Phyo dituntut.
“Seharusnya tidak ada Artikel 66(d),” ujar Than Htut Aung kepada reporter di kantor polisi. Phyo Min Thein, bekas tahanan politik, menuturkan tuduhan terhadapnya dimaksudkan untuk mencederai ketenarannya, seperti dilansir Reuters.
Phyo Min Thein dan Than Htut Aung dipindahkan ke penjara Insein di Yangon pada Jumat, 11 November 2016. Penjara Insein terkenal dengan reputasi buruknya. Menurut media lokal, mereka akan berada di sana selama dua minggu.
Jaringan Bantuan Hukum Myanmar menyatakan keberatan atas tindakan yang dilakukan terhadap Daily Eleven. Lembaga tersebut juga mengkritisi partai pemerintah, Persatuan Nasional untuk Demokrasi (NLD), karena mengekang kebebasan berpendapat. Eleven Media Group memberitakannya pada situs berbahasa Inggris.
RFA | BRIAN H. | MR