TEMPO.CO, Mosul- Pasukan Irak untuk pertama kalinya berhasil masuk ke kota Mosul setelah lebih dua tahun dikuasai kelompok teroris ISIS. Namun operasi penumpasan terpaksa ditunda menyusul cuaca buruk di kota kedua terbesar di Irak.
Petinggi militer Irak, Brigadir Jenderal Haider Fadhil mengatakan bahwa pasukan masih tertahan di sebelah timur Mosul, menyusul cuaca buruk yang mengaburkan pandangan.
Lebih dari dua minggu pasukan keamanan Irak yang didukung milisi Syiah, pasukan Kurdi Peshmerga dan pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat, melakukan serangan besar-besaran untuk mengambil alih Mosul. Mosul merupakan benteng terakhir pertahanan ISIS di Irak.
Baca:
Krisis Politik, Presiden Korea Selatan Pecat Perdana Menteri
Duterte Ajak Malaysia dan Indonesia Ikut Basmi Abu Sayyaf
Dalam pergerakan untuk mencapai Mosul, pasukan koalisi yang beranggotakan sekitar 50 ribu personil tersebut, harus menghadapi perlawanan sengit dari milisi ISIS di perbatasan Judaidat al-Mufti. Serangan dari dalam kota pun gencar dilakukan oleh pasukan ISIS. Selain beberapa bom yang dipasang di pinggir jalan masuk ke dalam kota.
Dalam serangan tersebut, pasukan koalisi berhasil merebut sebuah stasiun televisi lokal di Irak utara tersebut, TV Iraqiya. Televisi ini menayangkan propaganda ISIS selama ini.
Seorang petinggi Kurdi Peshmerga mengatakan bahwa berdasarkan informasi intelijen yang didapat, pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi kini bersembunyi di dalam kota Mosul.
"Baghdadi ada di Mosul, jika dia dibunuh, itu akan menjadi akhir dari ISIS," kata Fuad Hussein, Kepala staf Presiden Kurdi Massoud Barzani.
Keberadaan Baghdadi di dalam Mosul akan membuat pertempuran untuk merebut kota tersebut akan berlangsung lama bahkan hingga berbulan-bulan. Ribuan milisi ISIS yang masih tersisa akan berjuang sampai mati untuk melindungi pemimpin mereka tersebut.
Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelumnya juga mengatakan serangan Mosul bisa memicu krisis kemanusiaan dan pengunngsi. Bahkan akan terjadi eksodus besar-besaran, dengan perkiraan akan membuat sekitar satu juta warga sipil mengungsi.
SKY NEWS|INDEPENDENT|YON DEMA