TEMPO.CO, Bangkok -Mantan Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra menuntut pemimpin junta Jenderal Prayuth Chan-ocha menyelidiki korupsi yang dilakukan saudara laki-lakinya dan orang-orang di sekitarnya dalam sejumlah kontrak bisnis.
Yingluck mengeluarkan pernyataan ini sebagai jawaban atas pernyataan Chan-ocha agar dirinya membayar denda Rp 13 triliun dalam kasus korupsi program subsidi beras miliaran Bath yang menjeratnya. Yingluck juga dipersilakan untuk mengajukan banding ke pengadilan.
Baca:
Duterte Persilakan Pengusaha Amerika Serikat Angkat Kaki dari Filipina
1.934 Warga Keturunan di Mindanao, Filipina Resmi Jadi WNI
Kisah 26 Orang Disandera Perompak Somalia Selama 4 Tahun
"Perdana Menteri (Prayut Chan-ocha) mengatakan semua tindakan hukum terhadap saya didasarkan pada hukum dan bukan gertakan. Jadi, saya mau Perdana Menteri menjalankan logika serupa dan keadilan diberikan kepada saya sama seperti dia memberikan keadilan dan perlindungan kepada saudaranya dan orang-orang yang berada di pihaknya. Karena hukum harus diterapkan kepada setiap orang, tidak hanya digunakan terhadap saya," kata Yingluck di akun Facebooknya.
Mengutip Asian Correspondent, 26 Oktober 2016, saudara laki-laki dan orang di sekitar Chan-ocha yang dimaksud Yingluck adalah anak dari Sekjen Pertahanan Jenderal Preecha Chan-ocha, yakni Pathompol.
Preecha dituding telah menyalahgunakan jabatannya untuk membantu anak laki-lakinya itu agar memenangkan dua kontrak di lembaga militer negara itu. Preecha sendiri dituding melakukan korupsi dari sumber yang dimiliki negara dan aset dengan menggunakan nama istrinya, Pongphan.
Perusahaan milik Pathompol, Contemporary Construction Pub.Co.Ltd mendapat dua proyek konstruksi dari Angkatan bersenjata Thailand pada Maret 2015 dan April 2016. Pathompol pemilik 33 persen saham di perusahaan ini.
Proyek pertama untuk membangun gedung 3rd Army Division di provinsi Pethchabun senilai US$ 393,504 atau Rp 5,1 miliar. Adapun proyek kedua membangun kompleks perumahan di kawasan rumah sakit Fort Wachiraprakan di provinsi Tak senilai US$381,971 atau Rp 4,9 miliar.
Namun menurut Preecha, tidak ada yang salah yang dia lakukan dalam proyek itu. Ia kemudian mempersilakan dilakukan pengusutan.
ASIA CORRESPONDENT | MARIA RITA