TEMPO.CO, Bogota - Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dan pemimpin pemberontak Marxis, Timochenko, meneken kesepakatan damai, Senin, 26 September 2016. Perdamaian tersebut mengakhiri perang setengah abad yang telah menewaskan seperempat juta orang.
Perdamaian disepakati setelah negosiasi panjang selama empat tahun di Havana, Kuba.
Santos, 65 tahun, dan Timochenko, mengakhiri perang revolusioner yang telah berlangsung selama 57 tahun, dengan berjabat tangan untuk pertama kalinya di tanah Kolombia, di depan para pemimpin dunia.
Sekitar 2.500 pejabat asing dan lokal akan menghadiri upacara di kota Cartagena. Papan iklan besar telah dipasang menyambutan perdamaian di Kolombia. "Aku tidak percaya hari ini akhirnya datang, kedamaian akan datang ke Kolombia," kata Juan Gamarra, 43, penjual perhiasan di Cartagena.
Kesepakatan untuk mengakhiri konflik terlama dalam sejarah Amerika Latin tersebut akan mengubah kelompok gerilya FARC pimpinan Timochenko menjadi partai politik. Mereka akan bertarung merebut suara konstituen bukan di medan perang seperti yang telah dilakukan sejak 1964.
Turut hadir dalam acara bersejarah tersebut, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon, Presiden Kuba, Raul Castro, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry dan perwakilan dari para korban konflik.
Walau kesepakatan itu bernilai positif bagi perkembangan negara berekonomi terbesar di Amerika Selatan tersebut, di sisi lain justru memebawa perpecahan dalam peta perpolitikan.
Beberapa politisi berpengaruh, seperti mantan presiden Alvaro Uribe, tidak terlalu gembira dengan kesepakatan, yang dianggap memungkinkan pemberontak masuk kongres tanpa melalui proses hukum atas kejahatan perangnya.
Setelah diteken, kesepakatan perlu diratifikasi pada 2 Oktober mendatang. Namun diyakini bakal sesuai rencana lantaran mayoritas rakyat Kolombia menyambut baik kesepakatan perdamaian dengan kelompok pemberontak FARC (Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia) itu.
FARC, kelompok pemberontak beraliran Marxisme. Bermula dengan perjuangan dari petani kokain. Kelompok itu berkembang dan memiliki lebih dari 20 ribu pejuang perlawanan. Kini masih tersisa sekitar tujuh ribu.
Sesuai kesepakatan mereka wajib menyerahkan semua senjata kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan batas waktu 185 hari sejak kesepakatan ditandatangani. "Ini hari yang penting - sekarang kita bisa bertarung dalam politik, tanpa darah, tanpa perang," kata Duvier, seorang pemberontak yang telah 25 tahun bergabung dengan FARC.
Perekonomian Kolombia semakin membaik sejak proses perundingan damai mulai digelar beberapa tahun terakhir. Hal paling nyata dari kesepakatan damai adalah berkurangnya anggaran keamanan sehingga bisa dialokasikan untuk urusan lain.
Presiden Santos berharap perdamaian dapat menjadi modal politik untuk mendorong agenda ekonomi. Terutama reformasi pajak untuk mengkompensasi berkurangnya pemasukan negara akibat penurunan harga minyak.
REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA | YON DEMA