TEMPO.CO, Manila - Regu jagal Davao (Davao Death Squad-DDS) memberikan kode rahasia untuk Rodrigo Duterte saat menjabat wali kota Davao, Filipina. Charlie Mike, begitu mereka menamai Duterte, saat ini presiden Filipina dalam operasi penumpasan kejahatan di Davao.
Kode Charlie Mike diungkap Edgar Matubato, 57 tahun, saat bersaksi di hadapan Senat Filipina pada Kamis, 15 September 2016 di Manila. Dalam setiap misi yang dijalankan saksi dengan regu jagalnya, mereka selalu mendapat kode Charlie Mike untuk menggambarkan bahwa Duterte memerintahkan sebuah pembunuhan ataupun serangan kejam lainnya.
Matobato yang mengaku telah membunuh sekitar 50 orang dari tahun 1988 atau sejak bergabung dengan DDS hingga berhenti pada 2013, mengatakan bahwa motif pembunuhan yang diperintahkan presiden Duterte saat jadi wali kota Davao berkisar dugaan kejahatan dan untuk dendam pribadi.
Baca: Anak Duterte Pernah Perintah Bunuh Perebut Wanita Gebetannya
Tidak hanya Duterte atau Charlie Mike yang memberikan perintah terhadap DDS, namun kroni dan anggota keluarganya juga memberikan perintah ke regu jagal itu. Bahkan regu jagal diberikan kewenangan melakukan pembunuhan di luar hukum Filipina.
Kepolisian Davao saat itu dipimpin oleh Ronald Dela Rosa. Menurut Matobato, Dela Rosa merupakan pemimpin unit yang membawahi DDS Dela Rosa saat ini menjabat Kepala Kepolisian Nasional Filipina.
Matubato yang mengaku bahwa kesaksiannya dibuat untuk memberikan keadilan bagi korban yang dibunuhnya, mengungkapkan bahwa dia direkrut secara pribadi oleh Duterte pada 1988. Awalnya regu jagal itu bernama Lambada Boys yang beranggotakan tujuh orang termasuk dirinya. Mereka ditugaskan dikirim untuk membunuh penjahat, pengedar narkoba, pemerkosa setiap harinya.
Baca: Pria Ini Kesal Lalu Jual Istri di eBay, Ini Tawarannya
Salah satu misi besar yang pernah diemban saksi atas perintah Duterte, yakni melakukan pengeboman terhadap beberapa masjid dan membunuh beberapa pemuda Muslim, sebagai pembalasan terhadap diledakannnya Katedral San Pedro di Davao.
Kelompok tersebut kemudian berkembang, terutama dengan bergabungnya bekas milisi pemberontak komunis, hingga berubah nama menjadi DDS. Tim itu diketuai oleh Arthur Lascanas, seorang polisi senior di Davao. Dia digambarkan sebagai salah satu polisi yang cukup tangguh saat itu dan merupakan orang dekat presiden Duterte.
Sejak itu pembunuhan demi pembunuhan terus dilakukan olek tim itu dan olehnya, hingga dia berhenti dan keluar pada awal 2014.
INTERAKSYON|YON DEMA