TEMPO.CO, Manila- Pengakuan mengejutkan datang dari seorang mantan jagal di Davao City, Filipina terkait keterlibatan presiden Rodrigo Duterte terlibat pembunuhan seorang jurnalis tahun 2003. Saat itu, Duterte menjabat sebaga wali kota Davao.
Edgar Matobato, mantan anggota jagal dengan organisasinya dinamai Regu kematian Davao (Davao Death Squad-DDS), menjelaskan Duterte memerintahkan untuk membunuh Jun Pala, jurnalis radio yang terkenal kerap memberikan kritik keras terhadap pemerintahannya.
Pengakuan tersebut dibuat Matobato saat memberikan kesaksian di bawah sumpah untuk bersaksi di hadapan Senat hari ini, 15 September 2016 Kesaksian ini sebagai kelanjutan dari rapat dengar pendapat Komite Senat untuk keadilan dan hak asasi manusia mengenai serentatan pembunuhan di Filipina.
Baca: Kesaksian 'Regu Jagal': Duterte Pernah Perintah Bunuh Muslim
Matobato yang dihadirkan di Senat oleh Senator Leila de Lima mengaku telah menjadi anggota DDS selama puluhan tahun, mengatakan bahwa kelompok preman i membunuh Pala atas perintah Duterte.
"Benar, Duterte yang memerintahkan untuk membunuh Jun Pala saat menjabat sebagai wali kota Davao pada 2003," jawab Matobato ketika ditanya De Lima, seperti yang dilansir Inquirer pada 15 September 2016.
Ketika De Lima kembali memberikan pertanyaan terkait alasan perintah pembunuhan tersebut, Matobato menjawab bahwa Duterte tidak suka dengan Pala yang kerap mengkritiknya melalui saluran radio.
Namun, Matobato bukan eksekutor pembunuhan Pala, karena terlambat datang untuk bergabung dengan operasi tersebut. Akhirnya temannya yang dikenal dengan kode rahasia SpO2 Jun Ayao, SPO3 Jun Loresma dan beberapa pemberontak yang bergabung dengan DDS ditugaskan melakukan pembunuhan.
Baca: Sumpah Duterte ke Abu Sayyaf: Saya Akan Memakanmu
Matobato mengatakan ia menunggu di sebuah restoran di Ecoland yang menjadi langganan Duterte untuk memastikan bahwa Pala benar-benar tewas.
Pala, 49 tahun yang bekerja di radio dxGO tewas pada 6 September 2003 setelah ditembak oleh orang yang tidak dikenal di jalan dekat rumahnya di Empress Subbagian, Davao. Kematiannya menjadi misteri besar di Filipina.
Ketika Duterte baru dilantik menjadi penguasa Malacanang sempat mengkritik wartawan korup yang dianggap kerap menggunakan profesinya untuk memeras uang politisi, bahkan menyebut Pala sebagai contohnya.
"Contohnya adalah Pala. Saya tidak ingin membuka lagi memori, tapi dia adalah seorang anak busuk dari pelacur. Dia layak mendapatkannya," ujar Duterte.
Selain pembunuhan terhadap Pala, Matobato dalam kesaksiannya juga mengaku telah diperintah oleh Duterte untuk meledakkan bom di masjid setelah bom meledak di Katedral di kota Davao tahun 1993. Beberapa kejahatan lainnya juga telah diperintahkan Duterte dengan memanfaatkan kewenangannya saat itu.
INQUIRER|YON DEMA