TEMPO.CO, Pyongyang - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan hujan lebat yang mengakibatkan banjir merenggut 60 nyawa di Korea Utara, dan 44 ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan Sungai Tumen, yang menandai perbatasan dengan Cina dan Rusia, mengalami banjir terburuk yang pernah dicatat akibat hujan lebat sejak empat hari lalu.
Laporan OCHA mengikuti data yang disediakan Korean Central News Agency (KCNA) selama akhir pekan. Disebutkan pula bahwa, selain korban tewas, masih terdapat 25 lainnya yang dinyatakan hilang.
"Topan Lionrock telah memicu hujan lebat, menyebabkan Sungai Tumen meluap dan bangunan roboh," kata pernyataan OCHA.
"Banjir diketahui telah menewaskan 60 orang dan mengakibatkan lebih dari 44 ribu orang kehilangan tempat tinggal."
Dokumen yang dipublikasikan secara online juga mengatakan jalan raya sepanjang 112 kilometer dan 23 sekolah rusak. Selain itu, 10 ribu hektare lahan pertanian digenangi banjir.
Provinsi Utara Hamyong paling parah terkena dampak banjir. Sebanyak 17 ribu orang mengungsi di Yonsa, 13 ribu di Musan, dan 8.000 di Hoeryong.
Selain tim pencarian dan penyelamatan, OCHA mengatakan pihak berwenang Korea Utara telah mengeluarkan 2.500 peralatan rumah tangga darurat, yang meliputi terpal, makanan kaleng, tablet pemurnian air, dan selimut.
Mengingat jumlah pengungsi dan rumah yang rusak, bantuan darurat tersebut tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan mereka yang terkena dampak.
Negara paling terisolasi di dunia tersebut selama ini sering dilanda bencana alam, terutama banjir. Setidaknya 169 tewas dalam hujan lebat pada musim panas 2012.
Pada Agustus 2015, Topan Goni melanda negara itu dan membanjiri kota perbatasan Rason, yang merupakan zona ekonomi khusus. Bencana itu menyebabkan sedikitnya 40 orang tewas dan lebih dari 1.420 orang kehilangan tempat tinggal.
KOREA TIMES|INDIAN EXPRESS|YON DEMA