TEMPO.CO, Malang — Mantan presiden dan perdana menteri Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao memastikan negaranya tetap mengedepankan perundingan untuk bernegosiasi dengan Australia mengenai sengketa perbatasan Laut Timor.
Perbatasan Laut Timor yang kaya minyak dan gas diperebutkan Timor Leste dan Australia sejak Timor Timur memerdekakan diri dari Indonesia pada 1999. Xanana menekankan Timor Leste tetap setia mengedepankan upaya diplomatik untuk menyelesaikan batas wilayah laut kedua negara sebagai komitmen dari keinginan Timor Leste menjadi agen perdamaian dunia.
“Pada 28 Juli kemarin sudah bertemu. Nanti 29 Agustus ini kami bertemu lagi di Den Haag untuk lanjutkan pembahasan dengan mereka (Australia),” kata Xanana Gusmao seusai menjadi pembicara utama di hari terakhir acara Annual Malang International Peace Conference (AMIPEC) kedua di kampus Universitas Raden Rahmat, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat, 19 Agustus 2016.
Acara AMIPEC II yang diselenggarakan sejak Kamis, 18 Agustus 2016, itu dihadiri wakil dari Indonesia, Thailand, Amerika, Senegal, Selandia Baru, Singapura, Kenya, dan Uganda.
Dalam makalah setebal 12 halaman, Xanana juga menyinggung upaya penyelesaian perbatasan Laut Timor secara damai. Tiada sedikit pun keinginan Timor Leste untuk menentang Australia dengan cara-cara yang keras. Tapi Dili punya ketegasan untuk menekan Canberra agar mematuhi norma-norma Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Apabila Australia patuh, maka Timor Leste bisa menerima royalti dan pajak eksploitasi Laut Timor yang dilakukan Australia selama ini.
Baca Juga:
“Sekarang kami sangat siap menghadapi mereka di (Pengadilan Internasional) Den Haag akhir bulan ini. Ini cara penyelesaian yang damai juga, ‘kan,” ujar Xanana.
Sebagai catatan, Perjanjian Laut Timor antara Timor Leste dan Australia diteken kedua pihak pada 20 Mei 2002, bertepatan Hari Restorasi Kemerdekan Timor Leste. John Howard dan Mari Alkatiri masing-masing mewakili Australia dan Timor Leste. Intinya, Dili dan Canberra bersepakat untuk bersama-sama mengekplorasi minyak bumi di Laut Timor.
Perjanjian itu mulai diberlakukan sejak 2 April 2003 setelah adanya pertukaran nota diplomatik yang terhitung sejak 20 Mei 2002. Perjanjian Laut Timor berdurasi 30 tahun sejak tanggal penandatanganan, dengan ketentuan dasar laut kedua negara telah berketetapan jelas.
Namun, dalam Perjanjian Maritim Laut Timor pada 2007, masa berlaku perjanjian diperpanjang hingga 2057. Perjanjian ini belum terkait dengan adanya perjanjian teritorial wilayah kedaulatan kedua negara. Perjanjian Maritim Laut Timor disahkan untuk menggantikan
Perjanjian Celah Timor yang ditandatangani Australia dan Indonesia pada 11 Desember 1989, yang waktu itu Timor Leste masih menjadi provinsi ke-27 Indonesia dengan nama Timor Timur.
Perjanjian Celah Timor tidak berlaku lagi setelah Timor Timur memerdekakan diri dari Indonesia. Kendati sedikit berbeda, Perjanjian Laut Timor menempatkan Timor Leste pada posisi yang sama dengan Indonesia dalam Perjanjian Celah Timor.
ABDI PURMONO