TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok tentara berusaha mengambil alih kekuasaan pemerintah Turki pada Sabtu, 16 Juli 2016. Ulama bernama Fethullah Guelen dituding sebagai dalang di balik upaya kudeta tersebut.
“Negara ini sangat menderita akibat Gerakan Gulen,” kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Istanbul seusai serangan, seperti dilansir CNN pada Sabtu, 16 Juli 2016.
Gulen merupakan ulama Turki yang kini menetap di Saylorsburg, Pennsylvania, Amerika Serikat. Pria 75 tahun tersebut meninggalkan tanah airnya pada 1999.
SIMAK: Cara Erdogan Umumkan Eksistensinya Usai Kudeta Gagal
Di Turki, Gulen memiliki pengikut setia yang dikenal sebagai Gulenist. Pengikut Gulen kebanyakan merupakan masyarakat Turki yang berpendidikan dan profesional. Mereka menganut gerakan Hizmet yang mendukung aliran Sunni.
Gerakan Hizmet banyak mendanai organisasi non-pemerintah di Turki. Dana dialirkan ke ratusan sekolah sekuler, pusat pelatihan gratis, serta rumah sakit untuk mengentaskan masalah sosial di sana. Beberapa sukarelawan gerakan tersebut juga memiliki stasiun televisi, koran dengan sirkulasi terbesar, tambang emas, dan paling sedikit satu bank.
Gulen dan pengikutnya juga membangun jaringan sekolah dan universitas yang beroperasi di lebih dari seratus negara. Di Amerika, kerajaan akademik tersebut termasuk Harmony Public School, sekolah dengan kategori charter school terbesar di Texas. Charter school merupakan sekolah dengan biaya terjangkau tapi bukan milik pemerintah.
Dituding melakukan upaya kudeta yang membuat 161 orang meninggal, Gulen menyangkalnya. “Sebagai seseorang yang menderita di bawah banyaknya percobaan kudeta selama lima dekade lalu, rasanya hina dituduh memiliki kaitan dengan upaya tersebut,” ujarnya.
SIMAK: Ini Kronologi Kudeta Berdarah Militer Turki
Ia bahkan menyerang balik dengan mengatakan, “Ada kemungkinan kudeta tersebut sengaja dirancang dan bisa dijadikan untuk menuduh Gulenist,” seperti dilansir Guardian.
Pendukung Gulen dari Alliance for Shared Values on Development in Turkey juga membantah keterlibatan Gulen melalui keterangan tertulis. Mereka menuturkan Gulen dan partisipan Hizmet mendedikasikan komitmen mereka untuk kedamaian dan demokrasi selama lebih dari 40 tahun. Mereka juga mengutuk intervensi militer dalam politik Turki. “Komentar pro-Erdogan tentang gerakan kami sangat tidak bertanggung jawab,” ucap mereka.
Pendukung Gulen juga pernah dituding pemerintah Turki sebagai dalang percobaan kudeta pada Januari 2014. Erdogan saat itu membandingkan mereka dengan virus dan pembunuh bayaran. Gulen juga membantah tuduhan tersebut melalui surat elektronik. “Kami tidak akan pernah menjadi bagian dari plot apa pun melawan mereka yang memerintah negara kami,” tulisnya.
SIMAK: Pemimpin Kudeta Turki Tewas Dikeroyok Pendukung Erdogan
Hubungan Erdogan dengan Gulen sebelumnya terjalin dengan baik. Gerakan Gulen merupakan pendukung kuat Erdogan selama satu dekade terakhir. Media pro-Gulen menginvestigasi rencana kudeta para komandan militer Turki. Gerakan Gulen juga berbahaya untuk dikritik pada masa itu.
Polisi menahan penulis Ahmet Sik lebih dari setahun dengan tuduhan mendukung organisasi teroris. Pengadilan melarang bukunya, The Imam’s Army (Tentara Imam), yang mengkritisi gerakan Gulen, bahkan sebelum bukunya terbit.
Keluar penjara, Sik mengatakan aliansi Erdogan dan Gulen telah berakhir. “Ada kawin paksa dan pertarungannya bermula dari siapa yang akan memimpin keluarga hingga berujung perceraian,” ujarnya. Sik menuturkan, di satu sisi, ada komunitas Gulen yang dapat menghancurkan pihak terkuat sepanjang sejarah Turki. Sedangkan di sisi lain, ada pihak yang dalam penyamarannya dapat mencabut semua prinsip legal dan demokratis.
CNN | GUARDIAN | VINDRY FLORENTIN