TEMPO.CO, Manila - Pemerintah Filipina mengklaim keberhasilan dalam memerangi narkoba, berbarengan dengan konfirmasi dari polisi bahwa mereka telah membunuh hampir 200 orang dalam operasi selama dua bulan terakhir. Sesuatu yang menuai kemarahan kelompok hak-hak asasi manusia.
"Kampanye anti-narkoba sukses," kata juru bicara presiden, Martin Andanar, seperti dilansir Channel News Asia pada Kamis, 14 Juli 2016.
"Meski kampanye melawan narkoba jauh dari sempurna, generasi muda Filipina telah diselamatkan dari bencana masyarakat dan perusak kehidupan."
Pernyataan yang dikeluarkan kantor Presiden Rodrigo Duterte itu mendesak pemerintah daerah memanfaatkan momentum kampanye untuk memberantas narkoba. Aktivis HAM menyatakan seruan itu memicu aksi main hakim sendiri dari masyarakat.
Polisi merilis angka yang memastikan setidaknya 192 orang yang diduga terlibat narkoba dari 10 Mei hingga 10 Juli telah dibunuh petugas.
Duterte menang besar dalam pemilihan presiden pada 9 Mei lalu. Dia berjanji akan menghapuskan kejahatan dalam waktu enam bulan dengan perintah tembak mati langsung.
Pada salah satu kampanyenya, Duterte menyatakan 100 ribu orang akan mati dan jasadnya akan dibuang ke Teluk Manila hingga ikan-ikan di sana bisa gemuk memakannya.
Banyaknya pembunuhan sejak pemilihan mengindikasikan janji-janji kampanyenya itu bukanlah hal yang berlebihan.
Stasiun televisi ABS-CBN menyatakan mereka telah mencatat 339 kematian gembong narkoba pada 10 Mei-12 Juli, berdasarkan laporan polisi dan media. Hitungan itu termasuk 100 orang yang ditembak pria tak dikenal, atau ditemukan telah menjadi mayat.
Foto-foto orang yang tewas dalam operasi anti-narkoba, jasad dengan tulisan "Saya pengedar narkoba" atau "Saya pecandu narkoba", telah menjadi headline harian di koran lokal.
Sejak dilantik, Duterte menyatakan akan melindungi polisi dari konsekuensi hukum jika mereka membunuh gembong narkoba. Dia juga mengulangi seruan pada publik untuk membunuh para penjahat.
Namun, Andanar menyatakan pemerintahnya tidak mentoleransi pembunuhan tanpa persidangan atau ekstra yudisial. "Kami tidak mentoleransi tindakan ini."
Polisi juga tengah menyelidiki aksi main hakim sendiri dan kematian mencurigakan lainnya.
Polisi bersikeras mereka hanya membunuh orang yang mengancam mereka. Namun, kelompok HAM membeberkan kasus-kasus orang yang tewas dalam kantor polisi atau setelah ditangkap polisi.
Senator Leila de Lima, kritikus Duterte, sejak lama mengajukan resolusi kepada kongres untuk menyelidiki pembunuhan-pembunuhan itu.
CHANNEL NEWS ASIA | YON DEMA