TEMPO.CO, Moscow - Pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin akan membuat gebrakan dalam pencegahan korupsi di bekas negara adidaya itu. Mereka akan mewajibkan calon pegawai negeri diikutkan tes kebohongan. Tujuannya, supaya calon dipastikan tak terhubung dengan jejaring korupsi.
“Kami mengajukan diadakannya tes tersebut kepada seluruh kandidat pegawai negeri yang akan mengisi jabatan di kantor-kantor pelayanan publik, bahkan figur publik sebelum mereka resmi dilantik,” kata Kepala Deputi Komisi Publik Dmitry Galochkin, seperti dikutip dari harian Rusia, Nezavisimaya Gazeta, yang mengutip Russian Today, 11 Juli 2016.
Tes poligraf ini nantinya diberlakukan pula pada politikus di Majelis Rendah Rusia. Uji kebohongan sendiri secara luas telah diterapkan dalam reformasi kepolisian Rusia selama reformasi negara itu pada 2011 dan 2012.
Kementerian Dalam Negeri negara itu menetapkan semua calon yang mendaftar sebagai polisi, harus mengikuti tes deteksi kebohongan. Namun ketika itu, uji kebohongan bertujuan untuk memastikan para polisi ini terbebas dari penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Karena ketika tak ada aturan resmi, tes poligraf dilakukan secara sukarela. Sinyal positif ini kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi Publik Rusia. Lembaga resmi negara yang bertugas mengawasi dan menganalisis draf undang-undang ini mendorong pembuatan undang-undang dan mengajukannya ke pemerintah Rusia. Lembaga legislatif Rusia ternyata menyetujui aturan resmi ini. Dalam aturannya, uji kebohongan tak hanya berlaku pada polisi.
Kepala Kolegium Poligraf Nasional Rusia, NCO Yulia Drobyazka, menyatakan deteksi kebohongan efektif dan terbukti sukses dalam pelaksanaannya. Dia merujuk pada efektifitas dan suksesnya sejumlah eksperimen lembaganya. Perangkat deteksi kebohongan itu juga telah diterapkan oleh organisasi-organisasi keamanan dunia.
Putin saat ini gencar mengkampanyekan pencegahan korupsi di negaranya. Transparansi Internasional dalam laman resminya merilis bahwa Rusia berada di level rendah untuk Indeks Persepsi Korupsi pada 2015, peringkat 119 dari 167 negara.
RT.COM | FAJAR PEBRIANTO | PRU