TEMPO.CO, Phonm Penh- Aktivis politik terkenal Kamboja yang lantang mengkritik pemerintahan Perdana Menteri Hun Shen, Kem Ley tewas ditembak pada hari Minggu, 10 Juli 20 sekitar pukul 9 pagi waktu setempat. Sebelum tewas, ia sempat mengungkapkan rasa takutnya akan dibunuh dan memperingatkan teman-teman sesama aktivis untuk waspada.
Pendiri Independent Monk Network for Social Justice, But Buntenh mengungkapkan pertemuannya dengan Ley baru-baru ini. Ley kemudian mengungkapkan hidupnya dalam bahaya karena aktivitas politiknya.
"Dia katakan segera salah satu di antara kita akan dibunuh," kata Buntenh mengutip ucapan Ley seperti dikutip dari Phnom Penh Post, Senin, 11 Juli 2016. Bahkan Ley sudah membeli tiket pesawat untuk terbang ke Eropa untuk menyelamatkan diri.
Keponakan laki-laki Ley, Ngun David, juga menceritakan tentang pesan pamannya kepada keluarganya pada Kamis pekan lalu tentang kekhawatirannya pada keselamatan jiwanya dan rencananya terbang ke Prancis. "Kepada kakek dia mengatakan, 'kamu sakit namun hidup kamu mungkin lebih lama ketimbang saya," kata David mengutip ucapan Ley.
Chum Hour, aktivis dari kelompok lingkungan Mother Nature bersama saudara kembarnya dan empat aktivis lainnya bertemu Ley pada Sabtu lalu di kafe tempat Ley dibunuh. Saat itu, Ley berujar : Kembar, jika kita masuk penjara, kita bersama-sama, dan jika mereka membunuh kita, kita mati bersama," kata Hour yang mengira Ley bercanda. "Bahkan ia mengatakan saya harus hati-hati bahkan ketika ke toilet."
Ley sedang duduk menikmati segelas kopi di kafe pompa bensin Caltex di Phnom Penh, ibukota Kamboja pada Minggu, 10 Juli 2016 pukul 9 pagi waktu setempat. Ia baru saja mengantarkan istrinya yang sedang hamil ke pasar.
Tokoh politik dan kritikus utama Perdana Menteri Hun Sen itu ditembak di kafe stasiun pengisian bahan bakar Caltex di Phnom Penh Monivong Boulevard oleh seorang pria yang diidentifikasi sebagai "Choub Samlab" yang artinya "bertemu untuk membunuh". Diduga nama itu hanya nama samaran. Dengan menggunakan dua peluru pistol Glock dari jarak dekat, ia menembak Ley hingga tewas di tempat.
Menurut seorang petugas di tempat kejadian, satu peluru menghantam dekat tulang belikat kiri bawah ayah dari empat anak di dekat hatinya sementara yang lain memukul sisi kiri kepalanya.
Penembaknya diketahui berusia 38 tahun yang ditangkap beberapa saat kemudian dan mengaku membunuh Kem Ley sehubungan utang piutang. "Sudah setahun uang saya tidak dibayar dan dia berbohong kepada saya," kata pria itu, dalam menanggapi pertanyaan oleh petugas sebelum menjelaskan ia membeli pistol di Thailand.
Wakil kepala polisi Phnom Penh, Sim Vuthy mengatakan jumlah uang yang diduga dipinjam Ley US$ 3.000. Namun, beberapa orang, termasuk istri dan saudara Ley, bersikeras menolak bahwa korban mempunyai utang kepada siapa pun."Saya hidup bersamanya begitu lama, dan dia tidak pernah meminjam uang 100 riel dari siapapun," kata Bor Rachana, istri Ley.
Setelah berita kematian pendukung kuat kelompok 'Khmer For Khmer,' tersebar, sontak para pendukungnya langsung datang ke tempat kejadian untuk membawa janazahnya diarak keliling kota sebelum menempatkannya di sebuah kuil di Phnom Penh.
Pembunuhan itu terjadi ketika hubungan antara oposisi dan pemerintah semakin tegang menjelang pemilihan umum yang akan diadakan pada tahun depan. Ley akhir-akhir ini gencar mengkritik pemerintahan Hun Shen dan terutama terkait laporan oleh kelompok anti-korupsi, Global Witness tentang penyelewengan dana negara secara besar-besaran untuk kepentingan pribadi Hun Sen.
PHNOM PENH POST|AL JAZEERA|YON DEMA