TEMPO.CO, Canberra - Tantangan utama yang kini dihadapi oleh Indonesia dan Australia adalah bagaimana mengelola dan mematangkan hubungan bilateral. Kedua negara tidak boleh membiarkan hubungan itu hanya berkutat atau didikte pada ‘3 B’, yakni Bali, Beef (masalah impor daging sapi), dan Boats (pencari suaka illegal).
“Indonesia dan Australia harus memfokuskan pada upaya-upaya dan kerjasama secara konstruktif karena banyaknya peluang kerjasama di berbagai bidang, seperti bidang politik keamanan, pemberantasan terorisme, ekonomi-perdagangan, pendidikan hingga people-to-people contact,” kata Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema ketika menjadi salah satu panelis utama dalam program ‘Ambassadors Panel in ANU Asia Pacific Week Conference’ yang diselenggarakan Australian National University (ANU), di Canberra, Kamis, 30 Juni 2016.
Dalam acara yang dipandu oleh salah satu pakar Islam asal ANU, Dr. Raihan Ismail, tersebut, Dubes Nadjib juga menyatakan bahwa hubungan RI-Australia akan ditandai oleh saling ketergantungan kedua negara yang semakin meningkat.
Hal ini karena seiring dengan kemajuan ekonomi nasional, membuat Indonesia dan Australia tidak memiliki opsi lain kecuali mengintensifkan berbagai potensi kerja sama yang ada.
Dubes Nadjib memastikan bahwa hubungan antar masyarakat akan meningkat secara signifikan. Australia akan tetap menjadi destinasi utama mahasiswa maupun pelajar Indonesia di luar negeri dimana tahun ini saja sudah mencapai 19.300 orang.
Sebaliknya, Indonesia semakin menjadi tujuan terfavorit bagi wistawan Australia, menggeser Selandia Baru, seiring dengan pemberlakuan bebas visa. Tahun ini, jumlah turis Australia ke Indonesia hampir mencapai 1,2 juta orang.
Pada kesempatan itu, Dubes Nadjib juga memaparkan kemajuan Indonesia terkini di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo di bidang ekonomi, politik, demokrasi, hingga lingkungan hidup kepada para undangan.
Perekonomian Indonesia misalnya, seiring dengan konsistennya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, membuat banyak kalangan termasuk Bank Dunia, memprediksi Indonesia menjadi salah satu perekonomian terbesar di dunia. Dubes Nadjib juga memaparkan peran dan kebijakan Indonesia di ASEAN dan Pasifik Selatan.
Selain Dubes Nadjib, pembicara lainnya adalah Dubes Papua New Guinea (PNG), Charles Watson Lepani dan Dubes Sri Lanka, Somasundaram Skandakumar. Mereka juga diminta memaparkan topik bertema tantangan terbesar yang dihadapi masing-masing negara dalam sepuluh tahun ke depan, termasuk dalam konteks hubungan bilateral dengan Australia
Acara ‘Panel Duta Besar’oleh ANU ini dihadiri oleh hampir seratus orang. Terdiri atas mahasiswa di ANU dan sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Australia, seperti dari Melbourne University, Flinders University, Adelaide University dan sebagainya.
Bahkan beberapa mahasiswa asal Indonesia, khususnya dari Papua, Nusa Tenggara Timur dan Bandung, secara khusus diundang dalam program ÁNU Asia-Pacific Week’ ini
Menurut Mandy Liang, Direktur Asia-Pacific Week Conference 2016, Program Panel Duta Besar ini pertama kali diselenggarakan oleh ANU pada tahun 2012 dan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada para dubes negara asing di Canberra untuk menyampaikan paparan mengenai kebijakan maupun posisi pemerintah mereka kepada para akademisi di Australia
NATALIA SANTI